“Siapa yang memberimu kekuatan untuk beribadah kepada-Ku selama 500 tahun?”, Allah bertanya lagi kepada hamba-Nya itu. “Engkau, wahai Tuhanku”, jawab fulan dengan ta’dzim.
“Siapa yang menempatkanmu di gunung di tengah samudra, mengeluarkan untukmu air tawar dari air asin, mengeluarkan untukmu buah delima yang bisa engkau makan setiap hari sedang harusnya ia keluar sekali dalam setahun, engkau meminta kepada-Nya agar mewafatkanmu dalam keadaan sujud dan mengabulkannya?”, Allah bertanya kepada hambanya. “Engkau, wahai Tuhanku”, jawab hamba tersebut.
“Maka itu semua Aku kabulkan dengan rahmat-Ku. Dan dengan rahmat-Ku pula aku memasukkanmu ke dalam surga. Masukkan hamba-Ku ke dalam surga”, Allah memberi perintah kepada malaikat dan berkata: “ sebaik- baik hamba adalah engkau wahai hamba-Ku”. Kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga.
Diakhir kisah Jibril berkata kepada Nabi Muhammad Saw: “sungguh segala sesuatu (itu ada dan tercipta) karena rahmat Allah, wahai Muhammad”.
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa semua yang telah diberikan oleh Allah termasuk kekuatan kita untuk istikamah beribadah kepada-Nya merupakan implementasi dari luasnya rahmat Allah. Tidak selayaknya bagi seorang hamba berbangga diri akan ibadahnya. Karena kemampuan ibadahnya itu sendiri pada hakikatnya merupakan karunia Allah Ta’ala.
Kisah ini merupakan matan dari hadist riwayat al-Hakim dari Jabir Ra, dikutip dari kitab Khasais al-Umat al-Muhammadiyah karya Syekh Muhammad Alawi al-Maliki hal 306.
Wallahu a’lam
Baca Juga: 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali