Lalu kemudian turunlah perintah Allah yang diabadikan dalam Alquran:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” [Q.S. Al-Ahzab: 36]
Setelah perintah Allah diatas, akhirnya Zainab menerima pinangan Rasulullah Saw. untuk Zaid. Tetapi, dalam perjalanan rumah tangga keduanya, ketidakharmonisan mulai muncul. Zainab sedikit demi sedikit menjauh dari Zaid sampai pada titik perceraian (talak).
Perlu diperhatikan, mereka berdua melakukan talak atas dasar karena Allah. Oleh karena itu, hal yang dilakukan oleh Zainab tidak dikategorikan sikap yang buruk atau aib. Zainab berhak memiliki perasaan tidak cinta kepada Zaid.
Atas fenomena qalb diatas, maka agama menganjurkan setiap umat manusia bersiap untuk hati yang mudah berubah. Karena demikianlah tabiat hati manusia. Maka karena itu, cintailah Dzat Yang Tidak Pernah Berubah atau cintailah makhluk semata-mata karena Allah.
Jangan pernah kecewa, Allah punya yang lebih baik bagi kalian.