Sementara dalam ajaran Kristen bahwa karena demikian besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga ia telah mengkaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Injil Yohanes 3:16). Yesus Kristus bukanlah oknum kedua; ia sebenarnya adalah oknum yang pertama, “sebab Tuhan mendamaikan dunia dengan diri-Nya” dan bahwa dalam kematian penebusan dosa dari anak-Nya. Berarti, Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya sebagai korban penebus dosa. Dosa dipikulkan pada Yesus lalu Yesus dibunuh, maka lenyaplah dosa manusia bersama matinya Yesus.
Berbeda dengan ajaran Islam. Sejarah pengorbanan dalam Islam berhubungan dengan kisah Nabi Ibrahim dengan putranya Ismail, yang dikatakan di dalam al-Quran Surat as-Shaffat: 101-107. Ibrahim dan Ismail bersedia melaksanakan perintah itu. Namun, tepat pada saat Ibrahim hendak menyelesaikannya dengan menyembelih putra tunggal yang sangat dikasihinya, tibalah suatu kejadian yang diberikan Allah kepada nabi Ibrahim, yakni dengan mengganti Ismail dengan seekor domba atau kambing. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap umat diperintahkan Allah untuk melakukan upacara ibadah kurban sebagai bukti keimanan, keikhlasan dengan berkorban demi kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain. Disini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan penebusan dosa dengan darah, apalagi mengorbankan nyawa manusia.
Sehingga bisa ditarik dalam benang merahnya bahwa berkurban memiliki sebuah nilai dan makna dalam ibadah dan keimanan. Adapun hakikat kurban adalah, pertama, tidak pantas mengorbankan nyawa sesama manusia; kedua, korban yang diterima adalah yang terbaik dan yang paling kita cintai untuk meraih ridha Allah; ketiga, kesediaan beramal untuk kepentingan sosial juga untuk keridhaan Ilahi.
Baca Juga: Kisah Kelam Kekerasan dan Teror dalam Sejarah Agama Samawi