Dengan pergeseran paradigama dari teosentris ke antroposentris, maka beragama demi kemaslahatan manusia mendapat tempat yang luas. Musabab pembacaan teks keagamaan tidak sepenuhnya berpusat pada Tuhan, maka ia seketika memusat pada manusia. Dengan hal itu, sebagaimana klasifikasi Soroush, akan mengimplikasikan pada beragama secara maslahi. Beragama dalam taraf ini yang memerhatikan penuh kemaslahatan manusia di muka bumi. Jika sudah sampai pada taraf pemahaman ini, saya kira tidak akan terjadi kekerasan atas nama agama. Agama hanya berarti jika ia benar-benar memberi kemaslahatan di muka bumi (Aksin Wijaya, 2021:188)
Pembacaan Abdul Karim Soroush terhadap teks keagamaan dan usaha klasifikasinya antara agama dan pemahamannya, dalam perspektif saya, punya andil besar. Kita akan melihat bahwa sesungguhnya pemahaman dengan bentuk berbuat keras terhadap orang lain dan mencederai kemanusiaan, bukan tujuan agama. Ia hanya taraf pemahaman terhadap agama dan patut dikritik bersama-sama. Dan pembacaan yang lebih bersifat manusiawi hendaknya menjadi alternatif. Hanya dengan pembacaan ini, tidak akan ada penumpahan darah atas nama Tuhan serta ,dengan sungguh-sungguh, pembacaan itu memerhatikan eksistensi manusia.
Agama yang hadir dari Tuhan dan pemahaman terhadapnya hendaknya memang atas dasar kepentingan manusia. Dalam kerangka berpikir Soroush, agama (secara khusus pemahamannya) harus mempunyai dimensi basyari terlebih dahulu, baru kemudian meminta manusia memeluk agama. Itulah satu-satunya jalan yang tidak akan pernah mengesampingkan kepentingan manusia. Dengan kerangka berpikir Soroush pula, kita dengan mudah membedah kekerasan atas nama agama.