Selain itu, umat beragama harus terlibat dalam upaya pencarian kebenaran bersama, sebagaimana yang disampaikan Paus Fransiskus. Melalui dialog dan pemahaman lintas agama, umat manusia dapat saling melengkapi dan membantu dalam menghadapi tantangan global seperti kemiskinan, ketidakadilan, serta krisis lingkungan.
Paus sedang tidak sedang mempromosikan persilangan dogma keagamaan dan mengafirmasi kebenaran agama lain. Tetapi yang dimaksud adalah mencari titik temu yang dapat menjadi perbincangan kedua agama tanpa mempertimbangkan dogma masing-masing. Misalnya persoalan terorisme sebagai krisis kemanusiaan. Kekerasan adalah laku yang diharamkan dalam semua agama, termasuk Islam dan Kristen. Kesamaan visi seperti ini yang harus dielaborasi dan dioptimalisasi sebagai wujud pencarian kebenaran bersama.
Kebenaran bersama dapat mengantar komunitas keagamaan pada kerukunan sebagai upaya memajukan perdamaian dunia. Agama-agama besar dunia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi motor penggerak perubahan sosial yang positif, asalkan nilai-nilai universal seperti keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia tetap dijunjung tinggi. Ketika agama-agama bekerja sama dalam mengejar tujuan kemanusiaan, dunia akan semakin dekat dengan kedamaian yang berkelanjutan.
Membincang “Deklarasi Istiqlal”, deklarasi tersebut tampaknya serius membidik isu tentang konflik sosial akibat praktik politik praktis di Indonesia. Polarisasi sosial benar-benar membawa masalah serius bagi kehidupan beragama kita. Jika dualisme masyarakat hanya terjadi dalam koridor politik saja, pilpres misalnya, maka itu tidak ada masalah.
Namun, jika sudah melibatkan agama di dalamnya, maka itu akan jadi masalah karena dampaknya akan sangat tidak terduga. Polarisasi dan politisasi agama berpotensi melahirkan disparitas sosial baru, kotak-kotak yang baru, dan tentu sentimen yang baru juga.
Deklarasi tersebut bukan sebuah titik balik sikap beragama kita, melainkan sebagai upaya untuk menegaskan sekaligus mengingatkan kembali jika karakter beragama kita masih meninggalkan beberapa catatan. Memang naif jika mengharapkan kesempurnaan pada sisi manusia, tapi paling tidak dokumen perdamaian tersebut menjadi reminder bahwa dunia internasional sebetulnya juga terus mengupayakan agar keberagaman terus menjadi anugerah, bukan menjadi musibah.
Sebagai penutup, menjaga kerukunan antarumat beragama berarti menjaga marwah agama dari segala bentuk eksploitasi dan distorsi. Pesan Paus Fransiskus mengingatkan kita semua bahwa hanya dengan mengamalkan nilai-nilai luhur agama, kita dapat membangun dunia yang lebih damai, adil, dan penuh cinta kasih.
Inilah tugas besar umat beragama di era modern ini, yaitu menjadikan agama sebagai jembatan bukan tembok dalam upaya bersama untuk menjaga harmoni dan perdamaian di tengah perbedaan.