Prasyarat utama adalah stabilitas politik. Demokrasi Indonesia yang telah diadopsi dan dipraktekkan sejak 1999 masih perlu dikonsolidasikan dalam tiga hal: basis konstitusional-legal, kelembagaan (parpol, legislatif dan eksekutif), dan budaya politik. Hanya dengan konsolidasi lebih lanjut dapat ditegakkan good governance, penegakan hukum, dan kohesi sosial.
Sedangkan di Malaysia juga mendesak perlu konsolidasi kekuatan politik umat Islam yang terceraiberai dalam beberapa tahun terakhir. Keadaan ini jelas tidak menguntungkan untuk mempertahankan hegemoni politik dan kekuasaan Melayu baik di eksekutif maupun legislatif. Juga tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi yang mutlak perlu bagi kemajuan puak Melayu khususnya.
Konsolidasi demokrasi dan politik di kedua negara berpenduduk mayoritas Muslim ini mutlak untuk pembangunan peradaban utama juga meniscayakan partisipasi publik dalam proses politik demokrasi dengan segala ekses negatif yang sudah sampai pada titik yang tidak bisa dimundurkan lagi (point of no return). Tetapi juga jelas, proses politik demokrasi di Malaysia dan Indonesia masih menyisakan banyak masalah, sejak dari fragmentasi politik, kepincangan politik, oligarki politik, korupsi, tidak fungsionalnya check and balances dan seterusnya.
Pendidikan jelas merupakan prasyarat mutlak bagi kebangkitan peradaban Islam. Untuk dapat menjadi tulang punggung kebangkitan peradaban, pendidikan Malaysia dan Indonesia bukan hanya harus mencapai pemerataan (equity), tapi juga harus semakin berkualitas sejak dari tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Hanya dengan pendidikan seperti itu, kaum muda negeri ini dapat bertransformasi bersama menuju kemajuan peradaban.
Dalam konteks itu, pendidikan tinggi khususnya harus dikembangkan tidak hanya menjadi sekadar teaching higher institution—atau universitas pengajaran—tetapi sekaligus menjadi research institution. Proses pendidikan di perguruan tinggi sudah waktunya berbasiskan riset (research-based education).
Prasyarat tak kurang pentingnya adalah pemberdayaan kembali masyarakat madani, masyarakat sipil, masyarakat kewargaan atau civil society. Karenanya, salah satu agenda pokok yang harus dilakukan secara berkelanjutan adalah pemberdayaan kembali masyarakat madani yang selama ini bukan tidak mengalami disorientasi karena proses politik manipulatif dan divisif. Masyarakat madani di kedua negara ini memiliki peran dan leverage yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Masyarakat sipil hendaknya terus berdiri di depan dalam pemberdayaan masyarakat dalam upaya mewujudkan peradaban utama yang demokratis dan berkeadilan.
Salah satu kunci pokok lainnya dalam pembentukan peradaban utama adalah pengembangan dan peningkatan keadaban masyarakat (public civility). Dalam disrupsi sosial- kultural sebagai dampak tidak diharapkan dari Revolusi 5.0 kita menyaksikan semakin merosotnya keadaban publik dalam bentuk pelanggaran hukum, rendahnya disiplin masyarakat, dan seterusnya. Banyak kalangan terlihat tidak lagi malu melakukan hal bertentangan atau tidak sesuai dengan keadaban publik. Pemerintah dan masyarakat sipil atau masyarakat madani (Civil Society) sepatutnya memberikan perhatian khusus pada penegakan kembali etika dan keadaban publik. Hanya dengan keadaban publik yang kuat, negara Indonesia dapat maju, berharkat, dan berperadaban.