Pertama saya ingin menegaskan kenapa memilih istilah orang beriman dalam tulisan ini. Orang beriman memiliki makna yang universal yang tidak terbatas pada agama tertentu. Untuk dikatakan orang beriman setidaknya seseorang memiliki tiga unsur; percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, hari kebangkitan setelah mati dan melaksanakan amal kebajikan sebagai praksis nyata keimanan.
Selanjutnya, apa makna Pancasila dalam sudut pandang orang beriman? Pertanyaan ini menjadi penting mengingat kerap sekali Pancasila sebagai dasar negara, falsafah dan pandangan hidup, serta sebagai ideologi negara dan bangsa Indonesia dibenturkan dengan keyakinan dan keimanan. Saya sangat percaya para founding fathers (pendiri bangsa) yang menggali dan merumuskan nilai-nilai Pancasila ini adalah mereka yang memiliki keimanan yang sangat kuat.
Pancasila digali dan disarikan dari nilai-nilai luhur agama dan budaya Nusantara. Dalam rumusan itu lahirlah Pancasila dengan 5 Sila yang sangat filosofis dan universal. Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini menegaskan jati diri bangsa ini sebagai masyarakat religius. Kepercayaan kepada Tuhan diletakkan pada prinsip pertama dan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam sudut pandang keimanan, Sila pertama ini merupakan istilah lain dari tauhid dalam Islam. Setiap umat yang beriman meyakini dan memiliki Tuhan yang sama, Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Adil dan Yang Maha Menguasai atas segala apa yang terjadi di alam semesta.
Penegasan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa mengandung pengertian kesamaan seluruh umat manusia karena diciptakan dari sumber yang sama. Proses penciptaan manusia sebagaimana dalam Surat Sad ayat 72 : Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.”
Seluruh ciptaan Tuhan malaikat dan iblis diperintahkan untuk menghormati dan memanusiakan. Tuhan yang menciptakan manusia dan meniupkan roh di dalam diri setiap manusia yang lahir di muka bumi ini adalah Tuhan yang sama. Orang Islam menyebut Allah, begitu pula orang Kristen. Umat Hindu menyebut Ida Sanghyang Widhi Wasa, Yahudi menyebut Yahweh, dan umat Buddha menyebut Tien dan istilah lain yang merujuk pada keyakinan Tuhan yang sama.
Kesamaan keyakinan terhadap Tuhan yang sama mengandung arti kesamaan penciptaan seluruh umat manusia dari sumber yang sama. Kemudian setiap manusia lahir dengan latar belakang budaya, etnis, suku dan agama yang berbeda-beda. Manusia tidak bisa memilih atau menolak untuk lahir dari etnis, budaya dan agama tertentu. Semua adalah kehendak dan takdir Tuhan atas diri manusia.
Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Perbedaan sebagai sunnatullah memiliki tujuan agar manusia saling memahami, saling menghormati dan saling memanusiakan sesama manusia.
Itulah cerminan dari Sila yang kedua dalam Pancasila : Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pancaran yang tak terpisahkan dari Sila pertama. Karena itulah, setiap orang yang beriman dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa wajib memanusiakan sesamanya secara adil dan beradab meskipun berbeda dalam segala hal.