Kemanusiaan yang adil dan beradab, sila kedua ini, menegaskan kesetaraan manusia di hadapan Tuhan yang sama, tanpa melihat latar belakang etnis, suku, bahasa dan agama. Perbedaan atribut sosial-kultural tidak berharga dalam aspek kemuliaan derajat manusia. Perbedaan derajat manusia di sisi Tuhan adalah tingkat ketakwaannya.
Apa ukuran takwa? Takwa adalah pemahaman dan sikap yang tercermin dalam konsistensi menjalankan misi agama sebagai rahmat bagi semesta dengan menampilkan perangai yang baik (akhlakul karimah). Takwa mendorong seseorang untuk berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari dan membangun peradaban kemanusiaan dalam keragaman.
Praktek takwa dalam kehidupan bangsa yang plural dan heterogen adalah diwujudkan dengan membangun persatuan. Persatuan adalah cermin dari penegasan tauhid tentang Ke-Esa-an Tuhan. Umat yang beriman bersatu dalam naungan tauhid dan saling memanusiakan manusia. Inilah cerminan dari sila ketiga : Persatuan Indonesia atau yang kita sebut nasionalisme. Persatuan Indonesia menegaskan sikap seorang yang beriman agar tidak terpecah di tengah potensi konflik yang cukup besar seperti bangsa Indonesia yang sangat plural ini.
Setelah komitmen persatuan ini dipahami, dihayati dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa dipungkiri dinamika persoalan kebangsaan terus berkembang. Membangun kemajuan bangsa dibutuhkan sikap hikmah dan kebijaksanaan dalam mengelola persoalan kerakyatan. Inilah saya tegaskan kembali bagaimana para pendiri bangsa ini menggunakan istilah yang sangat luhur dan religius dalam Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sistem demokrasi yang dianut bangsa Indonesia dalam penegasan Sila Keempat, bukan sistem demokrasi liberal, tetapi berasaskan pada hikmah dan kebijaksanaan dalam proses musyawarah. Istilah musyawarah sendiri merupakan perintah Tuhan sebagaimana dalam al-Quran, misalnya, al-Imron 159 : dan bermusyawarahlah kalian dalam urusan tersebut. Ayat inilah yang secara nyata diamalkan dalam sila keempat Pancasila dalam mewujudkan kepemimpinan nasional dan dalam menyelesaikan problem kebangsaan.
Dalam perkembangan situasi regional dan global, Indonesia seringkali ditantang dengan berbagai persoalan ketidakpastian dan kegamangan. Ijtihad politik para pemimpin dalam mengambil kebijakan mutlak dilakukan. Namun, semua kebijakan dan program harus berlandaskan pada sila keempat ini, bermusyawarah dalam hikmah dan kebijaksanaan.
Konsistensi terhadap pengamalan sila-sila di atas akan mampu mengamalkan dan mewujudkan sila kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan yang dilandaskan pada prinsip kemanusiaan dan persatuan yang tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan atribut sosial-kulturalnya. Sebagaimana semua warga Indonesia adalah masyarakat yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berdiri setara.
Dengan bangsa Indonesia memiliki komitmen dan konsisten terhadap Pancasila sebagai fondasi, filosofi dan ideologi bangsa, negara ini akan mampu mewujudkan cita-cita nasional : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Cita-cita nasional bangsa Indonesia ini akan tercapai ketika bangsa ini dan seluruh warga negara komitmen dan konsisten dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah modal yang juga sangat berharga bagi bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan Indonesia emas 2045.