Mengapa oleh penulis katakan demikian, ringan saja membahasnya. Jika Indonesia sudah bebas dari paham-paham ekstrem seperti radikalisme, ekstremisme, dan liberalisme, pastinya materi seputar pendidikan anti radikalisme tak dicanangkan oleh pemerintah atau pun instansi terkait bukan?
Pluralisme Tanpa Batas
Menghormati manusia berarti menghormati penciptanya, dan memuliakan manusia lain juga memuliakan penciptanya. Bukankah itu yang dikatakan oleh Guru Bangsa, Gus Dur. Di sisi lain bangsa Indonesia terbentuk atas asas keberagaman dalam hal suku, adat, ras, agama yang berbeda dari zaman dahulu.
Di sekolah-sekolah pendidikan tentang Islam yang moderat haruslah dimasifkan lewat program-program kajian, pembelajaran, dan terapan “contoh” oleh guru dan peserta didik di lingkungan satuan pendidikan. Hal ini untuk merangsang kepemahaman guru agar terhindar dari paham-paham ekstrem.
Bukan hanya lewat pendidikan anti radikalisme ataupun kurikulum serupa yang hanya berisi dogma-dogma untuk memahami ciri-ciri pemikiran individu ataupun kelompok yang menyimpang. Namun ajakan dalam hal pengimplementasian seputar nilai-nilai toleransi haruslah digalakkan sejak dini oleh guru kepada para peserta didiknya. Hal ini agar tidak hanya terjadi ketimpangan di dalam hal-hal dasar, yang sering ditemui mencari pembenaran dalam diri seseorang meliputi sukunya, adatnya, budayanya, ataupun agamanya.
Seperti contoh saat kita mengucapkan “marilah kita beribadah dengan keyakinan masing-masing”. Tetapi menariknya, di dalam kalimat ini sering disusupi dengan kalimat lain. Seperti “agamakulah yang paling benar.”
Pendidikan toleransi harus pula mencapai sendi yang terdalam di dan ke semua orang, terlebih guru dan peserta didik haruslah mencari kebenaran yang hakiki (sejati). Bukan malah hanya mencari pembenaran untuk dirinya sendiri sehingga akan terjadi kasus diskriminasi hingga yang sering terjadi adalah intoleran.
Akhir kata, jika kita telusuri lebih rinci, di dalam Al-Qur’an tak ada kata tentang “Darul Islam” (negara Islam), melainkan yang ada hanyalah “Darus Salam” (negeri yang damai). Atau yang lebih kita kenal dengan Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur, yang memiliki makna negeri yang baik dan penuh dengan pengampunan dari sang Tuhan. Dengan tercapainya negeri yang demikian kita akan dapat mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama di dalam tatanan hidup kenegaraan dan kebangsaan sejak dini.