Ia memberikan contoh jika manusia telah dikuasai oleh nafsu sabuiyah. Ketika orang yang bodoh didoktrin oleh doktrin agama yang mengambil satu atau dua ayat terkait dengan kepentingan tertentu. Misalnya ayat tentang jihad, dijamin masuk surga dan disediakan 72 bidadari. Jika ada orang yang dangkal pemahaman beragamanya lalu mempercayai doktrin sesat tersebut, berarti telah muncul nafsu sabuiyah-nya. Layaknya binatang buas, rasa kemanusiaannya hilang karena didominasi oleh virus kekerasan yang masuk ke dalam pikirannya, ingin masuk surga secara instan tapi dia mengabaikan sisi kemanusiaan.
“Dia tidak berpikir bahwa korban yang menjadi sasaran dia itu juga manusia. Apakah keluarga yang ditinggalkan akan begitu saja mengikhlaskan ketika pelakunya telah bebas? Tidak mungkin. Segala perbuatan akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah, apalagi membunuh orang lain, keluarganya pasti tidak rida. Bagaimana mau mendapatkan 72 bidadari ketika dia sudah melakukan kesalahan fatal dengan melanggar hak manusia lain,” terang Kyai Ali.
Ketua PW Matan DKI Jakarta ini juga menjelaskan bahwa zikir dapat membersihkan diri dari nafsu yang negatif. Zikir dapat memasukkan nur ilahi kedalam hati. Kalau hatinya itu baik, maka seluruh aktivitasnya itu baik. Tapi kalau hatinya rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya.
Ketika hatinya sudah dicahayai dengan nur ilahiyah, lanjutnya, maka dampaknya akan muncul perilaku yang baik dan pribadi yang bermanfaat di tengah masyarakat. Ia akan menjadi orang yang selalu memberikan kebaikan kepada agama dan bangsa. Maka dari itu, puasa dan zikir ini merupakan teknik yang sudah teruji sistem ini dari abad ke abad untuk menggerus atau menetralisir virus-virus nafsu amaroh dan lawwamah.
Kyai Ali pun berpesan bahwa jihad di bulan Ramadhan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa dilakukan dengan menjalankan ibadah puasa secara baik dan bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas iman. Dengan demikian, puasa yang dikerjakan bisa meraih derajat ketakwaan yang hakiki. Sebab target orang puasa itu harus ada peningkatan ketaatannya.
“Maka kaitannya dengan NKRI adalah harus memperbaiki kualitas lahir dan batin dalam berbangsa dan bernegara, khususnya bagi yang masih memiliki pemahaman kurang pas terkait konsep negara. Ramadan bisa menjadi waktu renungan bahwa Indonesia ini baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, negara baik yang mendapatkan ridha dari Allah,” tuturnya.
Buktinya, imbuh Kyai Ali, banyak pihak, termasuk ulama-ulama luar negeri, yang terpesona dengan Indonesia karena terdapat beragam agama dan suku tapi masyarakat Indonesia bisa saling toleran dan berdamai. Semakin mendalam pemahaman keagamaan seseorang pasti akan memiliki pengaruh semakin luas juga rasa toleransinya kepada sesama muslim dan sesama manusia.
“Itulah yang disebut membangun ukhuwah islamiyah untuk sesama muslim dan membangun ukhuwah wathaniyah untuk sesama anak bangsa. Mudah-mudahan di puasa tahun ini kita bisa menjadi lebih baik dan senantiasa dalam ridha dan lindungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,” pungkas Kyai Ali.