- Moh Main: tidak berjudi
- Moh Ngombe: tidak minum-minuman keras
- Moh Maling: tidak mencuri
- Moh Madat: tidak memakai narkoba
- Moh Madon: tidak berzina
Lima falsafah tersebut sebagai seruan untuk umat Islam. Penanaman lima falsafah “Moh Limo” adalah cara sederhana Sunan Ampel mendakwahkan agama Islam (Mastuki & Ishom el-Saha, 2003).
Moh Limo ini tentunya ada karena disebabkan beberapa hal. Yang pertama adalah kondisi masyarakat Majapahit pada saat itu mengalami degradasi moral. Mereka berjudi, mabuk, mencuri, dan sebagainya. Kondisi tersebut membuat Prabu Brawijaya V prihatin hingga didengar oleh permaisurinya, Dewi Dwarawati (bibi Raden Rahmat). Singkat cerita, Raden Rahmat datang untuk memperbaiki moral penduduk Majapahit.
Yang kedua adalah sebagai pegangan atau pedoman umat Islam yang selalu dihadapkan berbagai persoalan. Lima falsafah ini masih dapat kita pegang untuk menjaga diri dari batas perbuatan buruk. Untuk itulah mengapa Sunan Ampel dapat mengurangi kebiasaan masyarakat Pra-Islam untuk berjudi dan mabuk.
Baca Juga: Giri Kedaton, Imperial Islam Kuat yang Hampir Dilupakan
Referensi:
Arnold, Thomas W. The Preaching of Islam: Sejarah Dakwah Islam (terj.). Jakarta: Widjaya, 1977.
De Graaf, H.J. dan Th. G. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan Majapahit ke Mataram. Jakarta: Grafiti Pers, 1989.
Mastuki Hs & M. Ishom El-Saha (editor), Intelektualisme Pesantren: Protret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, Vol.1, Jakarta: Diva Pustaka Jakarta, 2003.
Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo, Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN, 2018.