Tasawuf adalah kunci dalam menyelesaikan krisis spiritual yang dialami kelompok radikal terorisme. Di sini tasawuf harus dipahami sebagai metodologi dalam mencapai tujuan beragama. Praktek tasawuf tidak hanya ada dalam Islam, tetapi ada di setiap tradisi agama yang mempunyai lelaku yang sama dalam meningkatkan spiritualitas untuk membersihkan hati, dan memperindah perilaku.
Dalam Islam, visi beragama adalah mencapai rahmatan lil alamin. Umat Islam berkewajiban menjadikan ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, bukan hanya untuk umat muslim saja. Bagaimana cara meraih visi Islam itu diwujudkan dalam misi kerasulan Nabi Muhammad, yakni membangun karakter (building character) atau menyempurnakan akhlak yang mulia.
Tasawuf adalah jalan atau metodologi dalam mencapai visi dan mewujudkan misi beragama. Tasawuf merupakan metodologi dalam mengamalkan syariat agama dengan benar. Tidak sempurna iman seseorang jika tidak beramal shaleh. Dalam berbagai hadist Nabi selalu menyandingkan iman dengan kebaikan sosial atau akhlak mulia terhadap saudaranya, tamunya dan tetangganya. Artinya, akhlak mulia sebagai output tasawuf merupakan puncak dan penyempurna keimanan dan keislaman seseorang.
Allah menegor orang yang mengatakan telah beriman dalam Al-Quran : “Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS : Al Hujurat 14).
Bagaimana cara memasukkan iman dalam hati adalah melalui jalan tasawuf. Metode tasawuf mampu membersihkan hati, meyakini kehadiran Tuhan dalam setiap waktu, dan melatih perilaku agar selalu mempunyai empati dan simpati terhadap sesama manusia. Inilah dimensi yang hilang dalam penyakit atau virus radikalisme dan terorisme.
Kelompok radikal terorisme selalu memahami dirinya paling benar dan paling dekat dengan Tuhan. Sikap sombong (ujub) dalam beragama diperlihatkan dengan menyalahkan, menyesatkan dan mengkafirkan yang berbeda pandangan. Mereka tidak peduli dengan etika dan akhlak bertetangga, bertamu, berinteraksi dalam lingkungan sosial dan melakukan pembangkangan terhadap ulil amri.
Karena itulah, tasawuf berperan penting dalam menyembuhkan individu yang terpapar paham radikal dan mencegah masyarakat agar tidak mudah terpapar. Tasawuf mengajarkan pembersihan hati (tazkiyatun nafs), mengendalikan diri, memupuk empati dan memahami agama secara kaffah agar tidak mudah ekstrem dalam memahami agama.
Tasawuf juga mengajarkan transformasi sosial harus dimulai dengan transformasi mentalitas dan moralitas diri. Inti dari tasawuf adalah bagaimana membersihkan hati. Hati menjadi kunci dari kualitas spiritual dan sosial seseorang. Karena itulah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Itulah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelompok radikal terorisme adalah individu yang terpapar virus dan penyakit spiritual di dalam hatinya yang disebutkan Imam Ghazali sebagai Qolbun Ammarah atau hati yang selalu mendorong pada kejahatan, kebencian dan permusuhan. Pribadi dengan penyakit spiritual seperti ini cenderung tidak pernah merasa bersalah, tidak pernah menyesal dan susah disembuhkan kecuali dengan penyucian hati.
Karena itulah, tasawuf sebagai metodologi mempunyai peran penting dalam memoderasi cara pandang beragama sekaligus membersihkan hati dari virus radikalisme dan terorisme. Pendekatan sufistik akan menjadi jalan dan upaya yang efektif dalam menyembuhkan sekaligus membentengi masyarakat agar tidak terpapar virus radikal terorisme sebagai bagian dari krisis spiritualitas dalam beragama.