Perayaan Idul Adha atau yang juga dikenal dengan nama Idul Kurban merupakan salah satu perhelatan besar yang diperingati oleh seluruh umat Islam di dunia, termasuk di Indonesia. Pada Idul Adha, umat Islam diperintahkan menyembelih hewan kurban dan membagikan dagingnya kepada yang membutuhkan.
Selain perkara pembagian daging kurban, perayaan Idul Adha juga mendidik umat Islam untuk memelihara ketaatannya terhadap perintah Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dicontohkan melalui kisahnya Nabi Ibrahim AS.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH. Abdullah Jaidi, menyampaikan bahwa peringatan Idul Adha menjadi momentum untuk meneladani ketaatan dan pengorbanan kepada Tuhan. Ia perintah untuk menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismail AS.
“Padahal itu adalah putranya yang diidam-idamkan puluhan tahun lamanya, setelah sebelumnya istrinya lama tidak memiliki anak. Tiba-tiba datang perintah dari Yang Maha Kuasa untuk menyembelih anaknya sendiri. Walaupun demikian, Nabi Ibrahim AS tetap menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan perintah itu,” jelas KH Abdullah Jaidi di Jakarta, Rabu (28/6/2023).
Ketua Dewan Syura Al-Irsyad Al-Islamiyyah ini menjelaskan, kesiapan Nabi Ibrahim AS ini juga disampaikan kepada Nabi Ismail AS tanpa paksaan. Nabi Ismail mengerti bahwa perintah untuk menyembelih dirinya datang dari Allah. Bahkan Nabi Ismail AS menjawab kepada Nabi Ibrahim AS dengan berkata, “silahkan ayahanda, insyaallah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meneguhkan hatiku dengan ujian ini.”
“Keduanya menunjukkan sikap ketaatan yang tinggi ketika diminta berkurban pertama kalinya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua nabi Allah ini menjawab dengan ucapan, “sami’na wa atho’na,” yang berarti “kami dengar dan kami laksanakan.” Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ini menjadi contoh pengorbanan secara jasadiyah atau fisik. Sementara itu, makna berkurban yang tersirat adalah mewujudkan rasa ketaatan,” ujar Kiai Jaidi.
Ia juga menyampaikan bahwa berkurban adalah simbol bahwa hidup ini penuh dengan pengorbanan. Pengorbanan dalam hal ini adalah baik jiwa, raga, ataupun harta benda. Semangat Idul Kurban itu, selain menunjukkan rasa ketaatan kita, juga menunjukkan kedisiplinan dalam bekerja, berusaha, dan dalam kehidupan pada umumnya.
“Sebagai umat yang menjunjung tinggi ketaatan, tentu diharapkan dapat memenuhi aturan-aturan yang ada. Hidup ini kalau tidak ada penegakan hukum, mustahil manusia ini akan bersandar kepada aturan. Jika aturan tidak tegak, maka akan menjadi liar manusia yang ada. Sifat liar ini menunjukkan ketidaktaatan terhadap aturan. Esensi dari perayaan Idul Kurban ini salah satunya adalah mewujudkan ketaatan dan kedisiplinan dalam hidup, sehingga kita akan berhasil pada perjalanan hidup ini,” terang KH. Jaidi.