Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengulang perdebatan yang sudah-sudah, tetapi untuk menjawab persoalan yang naik kembali terkait pernyataan video Ust. Zulkarnain Yusuf tentang Indonesia dikatakan sebagai Negara Kafir.
Perdebatan terkait konsep Negara Islam sudah berlangsung sejak lama. Isu tersebut kembali mencuat ke permukaan setelah pemerintah membubarkan salah satu ormas yang dianggap mengancam keutuhan NKRI sebagai bangsa yang resmi dan berdaulat beberapa waktu yang lalu berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Meskipun telah dibubarkan, aktivis dari ormas yang bersangkutan tetap meyakini bahwa apa yang mereka perjuangkan benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Bagi mereka yang memperjuangkan tegaknya Khilafah Islamiyah menganggap bahwa negara Indonesia ini masih tergolong sebagai negara kafir yang mesti “diislamkan” dengan format Khilafah Islamiyah. Alasannya adalah karena negara ini tidak melandaskan konstitusinya kepada al-Qur’an dan Hadis secara langsung.
Pancasila dan UUD Negara 1945 dianggap sebagai aturan Thaghut (kufur)
Pancasila dan UUD Negara 1945 dianggap sebagai aturan Thaghut (kufur) yang tidak selayaknya dijadikan dasar negara, karena ia hanya sebatas buatan manusia serta tidak merepresentasikan ajaran-ajaran yang termaktub di dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi secara paripurna.
Padahal menurut mereka, berdasarkan teks al-Qur’an yang qath’i (jelas), yaitu Q.S. al-Maidah : 44, 45, dan 46 disebutkan bahwa siapapun yang tidak berhukum dengan hukum Allah SWT, maka secara otomatis pelakunya akan dicap sebagai orang-orang yang kafir, zalim, dan fasik.
Tentunya sebagai umat Islam yang hidup di negara yang berasaskan Pancasila ini, kita semua bertanya-tanya, apa sebenarnya standarisasi sebuah negara dikatakan sebagai negara Islam? Seperti apa model atau contoh negara Islam yang patut ditiru dan dikembangkan oleh umat ini?
Berdosakah kita semua jika menerima sistem Pancasila yang telah dianut oleh negara ini selama lebih kurang 75 tahun lamanya? Jika berdosa, maka apakah pendiri bangsa ini, yang sebagiannya tergolong sebagai ahli agama (Islam), tidak mengerti dengan masalah tersebut?
Baca juga: Perspektif Islam Tentang NKRI, Pancasila, dan Kebhinekaan (Bagian Terakhir)
Pengertian Negara Islam Menurut Syekh Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Husain Ibn Umar Ba’alawi
Salah satu definisi menarik terkait pengertian negara Islam pernah dikemukakan oleh Syekh Abdurrahman ibn Muhammad ibn Husain ibn Umar Ba’alawi, dalam karyanya Bughyah al-Mustarsyidin fi Talkhis Fatawa Ba’dhi al-Aimmah min al-‘Ulama al-Mutaakhkhirin. Beliau menyebutkan:
كل محل قدر مسلم ساكن به على الامتناع من الحربيين في زمن من الأزمان يصير دار إسلام، تجري عليه أحكامه في ذلك الزمان وما بعده
Artinya : Setiap tempat/wilayah di mana seorang muslim yang tinggal di sana mampu mempertahankan diri dari musuh-musuh yang memeranginya dalam suatu masa, maka wilayah tersebut telah menjadi Negara Islam, di mana di sana hukum-hukum Islam diberlakukan maupun setelahnya.
Bahkan di teks setelah itu, beliau menegaskan bahwa tanah Betawi (maksudnya Indonesia, karena pada saat kitab itu ditulis Indonesia belum menjadi Negara merdeka) dan tanah Jawa secara umum adalah Negara Islam, karena telah dikuasai oleh orang-orang Islam sebelum ia dijajah oleh orang-orang non muslim.