Khususnya di Indonesia, banyak umat Islam yang disibukkan untuk memperdebatkan masalah Dār al-Islām (kawasan/negri Islam). Hal ini karena masih ada umat Islam yang menempatkan Indonesia sebagai Dār al-Kufr (negri kafir). Alasan mereka sederhana, karena sistem atau dasar Negara Indonesia bukanlah sistem khilafah sebagaimana yang mereka usung melainkan Pancasila yang, menurutnya, dibuat oleh manusia. Sementara perintah dalam Alquran adalah agar umat Islam menganut dan memakai hukum Allah (QS:5;43).
Hukum Allah yang dimaksud dalam ayat itu adalah tegaknya syariah Islam. Yakni hukum yang tertera secara pasti dalam Alquran atau Hadits. Sayangnya, kelompok muslim ini rupanya belum menghitung secara pasti ada berapa ayat yang jelas-jelas sebagai hukum pasti (Qath’ie) atau tidak. Soal tegaknya khilafah, misalnya, tidak ada penjelasan yang sharih apakah wajib atau tidak. Khilafah hanya ada dalam sejarah panjang perjalanan penyebaran Islam di muka bumi ini. Bahkan shahabat Nabi yang disebut sebagai khulafaur rosidin tidak memakai pola atau sistem yang baku dalam kepemimpinannya. Setiap sahabat Nabi memakai sistem khalifah yang berbeda-beda.
Indonesia sebagai Negara demokrasi yang berdasarkan kepada Pancasila tidak diakui sebagai Negara Islam (Dār al-Islām) oleh mereka, khususnya pengusung khilafah ini dan sebaliknya ditetapkan sebagai Dār al-Harb (Negara yang wajib diperangi). Padahal ulama tidak memiliki satu kesepakatan dalam penentuan Dār al-Islām ini. Dalam bukunya yang berjudul “al-Jihād wa al-Qitāl Fī as-Siyāsah al-Syar’iyyah” Muhammad Khair Haikal menjelaskan perbedaan pandangan ulama menyangkut penentuan ciri-ciri Dār al-Islām tersebut. Namun sebelum itu, perlu diketahui bahwa secara defenisi Dār al-Islām adalah suatu Negara (al-Bilād) di mana penduduknya terjamin keamanan dan kedamaiannya dari segala ancaman musuh.
Baca Juga:
Apa Itu Kafir?