TASAWUF merupakan fase terakhir dari perkembangan pemikiran Imam al-Ghazali. Pada fase ini, al-Ghazali menemukan apa yang dinamakannya ‘hakikat kebenaran’. Hakikat kebenaran itu diperolehnya setelah mengalami skeptisme berat. Ia menceritakan pengalamannya itu di dalam sebuah kitab berjudul “al-Munqidz min al-Dhalâl”. Kitab ini memaparkan bagaimana al-Ghazali keluar dari derita skeptisme yang membuatnya mempertanyakan setiap kebenaran sampai membuat tubuhnya menjadi lemah dan tidak dapat melakukan apa-apa.
Imam Al-Ghazali berhasil mengakhiri penderitaan itu setelah mendapatkan cahaya Tuhan yang memercik ke dalam lubuk hatinya. Dengan cahaya Tuhan itulah dia mampu menemukan hakikat kebenaran. Rupa-rupanya, kembali kepada Tuhan adalah solusi terbaik setelah mengalami kebingungan dalam menentukan kebenaran. Kebenaran telah terpecah-pecah akibat perbedaan akal manusia. Hal ini tentu saja menuntut adanya ‘campur tangan’ Tuhan yang terjewantahkan dalam wujud sebuah ilham yang tidak bisa ditalar rasio.
Jika kitab “al-Munqidz min al-Dhalâl” adalah biografi al-Ghazali dalam menemukan hakikat kebenaran, maka kitab “Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn” merupakan pemaparan mengenai hakikat kebenaran itu sendiri. Kitab ini telah memicu laju perkembangan tasawuf dalam peradaban Islam. Kelebihan kitab ini tidak hanya terletak pada materi tasawufnya semata, melainkan juga pada mekanisme penanaman materi itu di dalam peradaban Islam.
Imam Al-Ghazali menanamkan pemikiran-pemikiran tasawuf tersebut melalui jalur resmi pemikiran Sunni, yaitu fikih. Di sini, ia menganggap ibadah tidak hanya berupa praktik zhahiriyah semata, tetapi juga mencakup aspek batiniyah. Ia berusaha memberikan signifikasi spiritual lebih mendalam terhadap semua ibadah wajib dalam Islam. Bersuci, shalat, puasa, zakat, dan haji bukan hanya merupakan amal zhahir, tetapi juga merupakan amal batin. Selain itu, al-Ghazali juga berusaha memperlebar arti ibadah hingga tidak hanya mencakup hal-hal yang wajib. Semua aktivitas manusia dapat pula dianggap sebagai ibadah asalkan disisipi dengan makna-makna spiritual.