Tata kelola yang baik sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah lembaga pendidikan. Sebab adanya tuntutan problematika yang timbul di tengah jalan, tentu membutuhkan penyelesaian yang benar. Terlebih lagi dengan tuntutan zaman yang terus berkembang sewaktu-waktu.
Sosok pimpinan memiliki peranan penting dalam proses manajerial suatu lembaga pendidikan. Bagaimana ia dibutuhkan, tidak hanya sebagai tokoh utama dalam mengambil sikap di tengah permasalahan yang ada, namun juga dibebankan tanggung jawab kemasyarakatan. Apalagi seorang kiai, tokoh sentral yang paling berpengaruh di lembaga pendidikan bernama pesantren.
Menyadari tugas seorang pemimpin yang berat dan banyak itu, penerapan sistem manajemen yang baik memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam menunjang keberhasilan atau tidaknya suatu lembaga. Sehingga apabila terkoordinasi dengan baik, semua akses untuk perkembangan instansi akan berjalan maksimal.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta merupakan sebuah lembaga pendidikan tradisional-semi modern yang dalam kurun waktu 38 tahun mampu membuka 12 cabang. Pendiri pesantren tersebut ialah KH Noer Muhammad Iskandar. Sosok kharismatik di balik suksesnya Asshiddiqiyah dengan santri dan alumni yang mencapai puluhan ribu.
Sekilas KH Noer Muhammad Iskandar
KH Noer Muhammad Iskandar merupakan pendiri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Lembaga pendidikan yang berlokasi di Jl. Panjang no. 6c RT.5/RW.11 Kedoya Utara, Kec. Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan hasil perjuangan yang beliau rintis sejak duduk di bangku perkuliahaan. Kini, sudah berkembang pesat, baik dalam aspek sarana maupun prasarana.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah hingga saat ini telah memiliki 12 cabang yang tersebar di pulau Jawa dan Sumatera. Yakni: Asshiddiqiyah Pusat di Kedoya Utara-Jakarta Barat, Asshiddiqiyah 2 di Batu Ceper-Tangerang, Asshiddiqiyah 3,4 dan 5 di Karawang-Jawa Barat, Asshiddiqiyah 6 di Serpong-Tangerang, Asshiddiqiyah 7 di Cijeruk-Bogor, Asshiddiqiyah 8 di Musi Banyuasin-Palembang, Asshiddiqiyah 9 di Gunung Sugih-Lampung, Asshiddiqiyah 10 di Cianjur-Jawa Barat dan Asshiddiqiyah 11 di Way Kanan-Lampung.
KH Noer Muhammad Iskandar lahir pada 5 Juli 1955 di Banyuwangi, Jawa Timur. Anak kesembilan dari pasangan KH Askandar dan Nyai Robiatun. Tumbuh besar dan berkembang di lingkungan pesantren membuat karakter santri dalam diri Kiai Noer, sapaan akrab KH Noer Muhammad Iskandar melekat hingga beliau dewasa.
Setelah tamat dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, beliau melanjutkan sekolahnya ke Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta melalui rekomendasi yang diberikan oleh kiai beliau, KH. Mahrus Aly. Selain itu juga, beliau tertarik mendalami ilmu Al-Qur’an melalui pendekatan akademik. Pada masa tersebutlah, perintisan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dilakukan oleh KH Noer Muhammad Iskandar. Mulai dari mengisi kegiatan keislaman dan majelis ta’lim di masjid Al-Mukhlisin-Pluit, sampai aktif mengisi kajian di radio CBB.
Manajemen Pendidikan ala KH. Noer Muhammad Iskandar
Pasti muncul dalam benak setiap orang, bagaimana seorang kiai yang hanya bergelar sarjana dan lulusan pondok pesantren mampu mengelola lembaga pendidikan tradisional di tengah hiruk-pikuknya ibu kota. Terlebih membuka cabang di mana-mana. Sistem tata kelola apa yang beliau gunakan? Kok bisa sepesat itu perkembangannya. Hal ini mungkin sering timbul dalam pikiran orang-orang. Maka, dengan latar belakang yang menarik itulah tulisan sederhana ini muncul untuk menjawab itu semua.
Namun, tentu saja dengan segala keterbatasan, tulisan ini hanya dapat memuat beberapa part dari sistem yang diterapkan oleh Kiai Noer. Sebab, kalau saja dimuat semuanya, tentu tidak akan pernah cukup dan akan membuat tulisan ini terlalu panjang. Setidaknya ada beberapa poin manajemen pendidikan yang diaplikasikan oleh Kiai Noer dan diteruskan hingga kini. Antara lain:
1. Pembentukan sistem kerja dan struktur organisasi yang terbuka