Saat konferensi pres kemarin sore (selasa 7 Desember 2021), PBNU yang disampaikan oleh Ahmad Rumadi tentang beberapa capaian dan kiprah NU untuk keislaman di Indonesia, dan juga ekonomi sosial. Ada satu yang menarik, yaitu terkait kemandirian ekonomi yang akan jadi bahasan dan diputuskan pada Muktamar ke 34 di Lampung nanti.
Rumadi menyampaikan bahwa NU akan membentuk Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU). Badan usaha ini nanti yang akan menjadi holding company yang dikelola langsung di bawah naungan NU. Sehingga kalau ada acara-acara besar yang butuh dana, PBNU tidak lagi kebingungan mencari urusan dana soalnya sudah punya BUMNU yang akan jadi tonggak kemandirian NU kedepan.
Usulan ini sebenarnya bukanlah hal baru. Di era KH. Sahal Mahfuz, mantan rais Aam Syuriah PBNU pada era Orde Baru juga sudah membicarakan hal ini. Bahkan beliau menjadi pelopor berdirinya koperasi BMT dengan mendapatkan dana talangan dari BI secara langsung. Namun tetap mendapatkan tentangan dari para kiai yang tidak sepakat dengan koperasi simpan pinjam karena dianggap sarat terdapat unsur riba.
Atau dalam skala organisasi terbesar, NU bisa berkaca dengan Muhammadiyah. Badan Usaha semacam ini sudah digunakan oleh Muhammadiyah, dan telah resmi didirikan beberapa tahun lalu. Dan Muhammadiyah telah sukses membangun sektor-sektor usaha modern baik di lembaga pendidikan, kesehatan hingga perhotelan.
Ketika saya berkunjung ke Malang beberapa hari kemarin, kebetulan menginap di salah satu hotel milik Muhammadiyah yang lokasinya tidak jauh dari Kampus Muhammadiyah. Manajemen dan fasilitas hotel tersebut sangat lengkap, terbuka untuk umum dan biaya bersaing dengan hotel-hotel komersil lain yang ada di sekitar. Mungkin saja ini hasil dari tafsiran apa yang pernah disampaikan oleh KH. Ahamad Dahlan bahwa Amal Usaha Muhammadiyah bermanfaatannya untuk melayani umat, tidak membedakan ras, agama, suku dan antara golongan.