islamina.id — Sebagian besar agama mengenal tradisi puasa atau pantang. Ada banyak ragam puasa yang diperkenalkan agama-agama. Dalam al-Qur’an (Mariam [19]: 26) disebut bahwa Bunda Maria (Siti Mariam) bernazar puasa untuk tak bicara dengan manusia manapun.
“Inni nadzartu li al-rahman shawma fa lan ukallima al-yawma insiya” (Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini).
Puasa juga bisa dalam bentuk tak melakukan hubungan seksual. Jika umat Islam pantang melakukan kontak seksual pada siang bulan Ramadan, maka para Romo dan Pastur Katolik berpuasa dari hubungan seksual sepanjang hayat atau selama yang bersangkutan masih menjadi pastur.
Bentuk-bentuk puasa kian banyak dijumpai jika kita memperhatikan adat dan tradisi. Ada puasa dengan tidak makan dan minum selama tiga hari tiga malam. Sebagian masyarakat juga mengenal tradisi pantang memakan “yang bernyawa”, seperti hewan, ikan, dan lainnya.
Sebagaimana agama lain, Islam pun mensyariatkan puasa. Bentuknya adalah dengan tak makan-minum dan menahan hubungan seksual di siang hari. Dalam periode Mekah, umat Islam menjalankan puasa tiga hari dalam setiap bulan plus puasa Asyura.
Dalam Shahih Bukhari (hadits ke-1893) disebutkan bahwa masyarakat Arab pra-Islam sudah biasa melakukan puasa Asyura. Orang-orang Yahudi saat itu juga berpuasa pada hari Asyura, karena hari itu diyakini sebagai hari diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran dan ancaman bunuh Fir’aun. Begitu Islam datang, Nabi Muhammad memerintahkan umat Islam untuk puasa Asyura. (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Jilid I, hlm. 660).