Singkawang Timur adalah sebuah kecamatan di Kota Singkawang, provinsi Kalimantan Barat. Terdapat tiga suku mayoritas, yaitu Tionghoa (disebut juga dengan “Cina”), Dayak, dan Melayu, namun masih ada beberapa suku yang menempati lokasi tersebut seperti Jawa dan Bugis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Singkawang tahun 2021 mencatat, bahwa pemeluk agama di kecamatan Singkawang Timur yakni Kristen 46,08% dimana Katolik sebanyak 33,10% dan Protestan sebanyak 12,98%. Kemudian Islam sebanyak 29,55%, Buddha 24,25%, Konghucu 0,09% dan Hindu 0,03%. Warga etnis Dayak umumnya beragama Kristen dan suku Melayu, Jawa, Bugis, mayoritas beragama Islam, dan etnis Tionghoa di Singkawang mayoritas beragama Budha dan Konghucu, dan sebagian Kristen dan Islam. Bahasa yang digunakan pada umumnya adalah bahasa Indonesia atau juga Melayu, Dayak dan bahasa Mandarin.
Pada akhir Maret tahun 2022, Kota Singkawang dinobatkan sebagai Kota paling toleran di Indonesia oleh Lembaga Setara Institusi setelah melakukan berbagai penilaian. Adapun delapan indikator penilaian tersebut, antara lain Rencana Pembangunan, Kebijakan Diskriminatif, Peristiwa Intoleransi, Dinamika Masyarakat Sipil, Pernyataan Publik Pemerintah Kota, Tindakan Nyata Pemerintah Kota, Heterogenitas agama, dan Inklusi sosial keagamaan.
Toleransi dan bentuk kebersamaan yang menurut penulis inilah yang menjadi kelebihan dari masyarakat kota singkawang khususnya di kecamatan Singkawang Timur yang mayoritas penduduknya adalah beragama Kristen atau non muslim, salah satu bentuk toleransi dan kebersamaan itu dapat dijumpai ketika ada perayaan hari besar keagamaan seperti hari raya idul fitri dan perayaan hari natal, bukan hanya mereka tidak saling mengganggu di waktu hari perayaan hari besar saja seperti yang telah dilakukan kebanyakan di daerah luar yang terdiri dari berbagai penganut agama, tapi mereka bahkan saling membantu dalam hal-hal kebaikan.
Salah satu kebaikan itu adalah kebiasaan masyarakat yang beragama Kristen membantu dengan membawakan daging sapi/kambing atau ayam di hari raya atau sebelumnya yang nantinya dari situlah hidangan makanan di waktu silaturahmi atau kunjungan kerabat, tetangga dan para tamu dihidangkan, dan di waktu hari raya itu pula masyarakat non muslim banyak yang berkunjung (Lebaran) ke rumah-rumah masyarakat yang beragama Islam untuk lebih mempererat hubungan dan persaudaraan. Hal ini tidak hanya terbatas pada daging saja tetapi mengikuti kemampuan si pemberi dan kebutuhan si penerima.
Ketika hari Natal tiba maka masyarakat yang beragama Islam juga datang membantu umat kristen dalam hal kebaikan tersebut yaitu dengan membawakan daging kepada mereka di hari natal atau sebelumnya, hal ini merupakan bentuk kebersamaan yang dilakukan untuk mempererat persaudaraan dan sebagai penghormatan kepada tetangga atau orang lain meskipun berbeda agama, berbeda suku dan etnis. Makanya ketika Hari raya Idul Fitri tiba bukan hanya umat Islam yang senang dan berbahagia tetapi umat kristen dan umat lain juga ikut berbahagia dan ketika hari Natal tiba bukan hanya umat Kristen yang senang dan berbahagia tetapi juga umat Islam senang karena bisa berkunjung dan mempererat hubungan melalui hari raya tersebut.
Hal ini yang menjadi teguran keras kepada daerah yang mayoritas dan sepenuhnya adalah muslim dan etnis serta sukunya sama, tetapi kesenjangan itu masih selalu ada, perselisihan dan permusuhan itu masih selalu ada, kenapa tidak mencontoh kebersamaan yang diperlihatkan masyarakat Singkawang Timur yang jelas-jelas berbeda agama, berbagai etnis dan beragam suku tetapi hidup harmonis dan saling membantu dalam kebaikan tanpa melihat perbedaan-perbedaan tersebut. Bukannya hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam QS al-Mumtahanah ayat 6-8:
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.”