Hampir tujuh puluh tujuh tahun sudah Indonesia merdeka. Selama kurun waktu itu, banyak tragedi besar terjadi di negeri ini. Mulai dari pemberontakan, upaya penjajahan ulang oleh negara-negara penjajah hingga ancaman ideologi bangsa. Indonesia selama ini sudah memiliki Pancasila sebagai ideologinya. Di dalamnya terdapat sila-sila yang mampu mengakomodir kepentingan seluruh kepentingan dan tatanan seluruh masyarakatnya. Di sana tidak adanya diskriminasi antara satu kelompok dengan yang lainnya. Pancasila menjunjung seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Di saat Pancasila sudah berdiri kuat sebagai ideologi bangsa, tantangan demi tantangan tidak lantas hilang begitu saja. Saat ini terdapat sekelompok masyarakat yang menyodorkan adanya pembaharuan ideologi bangsa, yakni khilafah. Ideologi ini terus dikampanyekan ke seluruh lapisan masyarakat secara masif dan dengan cara yang beragam. Cara-cara radikal hingga persuasif terus dilancarkan dalam rangka memuluskan rencana mengganti ideologi bangsa dengan khilafah.
Meski begitu, Indonesia secara tegas menolak ideologi khilafah. Bagaimanapun, Indonesia sudah memiliki ideologi Pancasila. Selain nilai yang terkandung di dalamnya sudah pas dengan Indonesia, upaya penciptaan hingga penyempurnaan sudah dilakukan dengan cara yang sangat baik oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Saat itu bukan hanya kelompok nasionalis saja yang berperan dalam pembentukan Pancasila, namun juga kelompok agamis. KH Wahid Hasyim merupakan salah satu tokoh sentral dalam agama Islam yang juga ikut berkecimpung dalam pembentukan ideologi bangsa, Pancasila. Ia bukan hanya selain keilmuan agama dan umum sangat mumpuni, ia juga merupakan putera pendiri ormas Islam Nahdlatul Ulama, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari.
Bermula dari sinilah, maka tidak heran manakala di Indonesia sudah tumbuh subur ormas pengusung ideologi khilafah, ormas ini lantas dibubarkan. Karena, ormas ini tidak hanya sekali dua kali didapati mengajak anggotanya untuk “berjuang” mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah. Dan dalam praktik di lapangan, anggota kelompok ini banyak yang militan dalam mengampanyekan ideologi transnasionalis ini. Mereka menggunakan dasar-dasar agama dalam memuluskan kampanyenya. Selain itu, mereka juga menggunakan seluruh media, baik tradisional maupun modern, dalam rangka mengajak masyarakat umum untuk turut bergabung “berjuang” bersamanya.