Rabu, Oktober 8, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
kekerasan seksual

kekerasan seksual

Kenapa Masih Ada Kekerasan Seksual di Pesantren?

Yusup Nurohman by Yusup Nurohman
26/07/2022
in Kolom, Tajuk Utama
7 0
0
7
SHARES
140
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Saya harus kembali geleng-geleng kepala, mengelus dada, berpikir bagaimana kekerasan seksual terjadi berulang kali di lingkup pesantren. Melelahkan sekali setiap hari melihat Youtube, Tik-tok, Twitter yang dipenuhi dengan berita korban kekerasan seksual. Apalagi semakin hari semakin aneh-aneh. Dahulu kita flashback ada ustaz yang memperkosa belasan santriwati dan baru-baru ini terjadi lagi kasus pencabulan yang dilakukan oleh putra kiai (MSAT) Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.

Jelas fenomena ini memalukan, terlebih hal ini dilakukan di pesantren yang notabene merupakan tempat belajar ilmu agama dan pendidikan akhlak yang sangat dihormati di masyarakat. Dalam pandangan sosiologi, keberadaan institusi sosial keagamaan seperti pesantren diharapkan dapat mencetak masyarakat semakin tertib, utuh, dan terkendali, sebab mereka diikat oleh norma dan pranata yang diketahui, disosialisasikan, diajarkan.  Kemudian dipahami (ada penghayatan dan internalisasi), ditaati (sebagai keteraturan sosial, ketertiban dan keselamatan), dan dipraktekkan oleh sekelompok masyarakat agama. 

BacaJuga

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

Iran, Akan menjadi panutan baru bagi dunia Islam?

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Lembaga pesantren di era disrupsi jelas masih sangat dibutuhkan. Terlebih tujuan dan fungsi institusi keagamaan pesantren dibutuhkan di masyarakat untuk menegakan kaidah nilai, dan dogmatisme moral yang berorientasi bagi kebutuhan sosial. Institusi keagamaan pesantren juga berfungsi sebagai lembaga preventif bagi perilaku amoral, egoisme individu dalam masyarakat agama. 

Lembaga pesantren bisa dibilang sebagai miniatur mini gambaran kehidupan dalam masyarakat. Secara sosial lingkup pesantren dapat kita lihat dimana adanya struktur dan solidaritas kelompok yang kuat ikatanya. Manifestasinya bisa kita lihat bagaimana di pesantren terdapat seorang pengasuh dan keluarga ndalem, pengurus, dan santri. Kemudian   adanya ritus-ritus ibadah dan kegiatan basis agama yang ada didalamnya mengindikasikan bahwa pesantren adalah sarana latihan sebelum seseorang terjun di masyarakat.

Ditinjau dari segi ruang sosial, kawasan pesantren merupakan urban area yang heterogen. Heterogen disini adalah santri-santri yang berasal dari berbagai daerah wilayah di Indonesia. Kemudian stigma masyarakat yang menganggap pesantren sebagai tempat pendidikan akhlak tentu akan menganggap bahwa konflik asusila pasti minim terjadi. Akan tetapi realitanya, kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat terjadi di tempat-tempat yang dianggap seharusnya aman dari kekerasan justru menjadi tempat terjadinya kekerasan.

Jika dianalisis lebih dalam, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh putra kiai Mas Bechi, Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang Jawa Timur terjadi karena beberapa faktor. Sebut saja labelling masyarakat dan jemaah kepada Mas Bechi yang diberi simbol sosial berupa pemuka agama, cendekiawan muslim dan putra kiai atau dalam bahasa santri disebut ‘Gus’. 

Tidak dapat dibantah fakta bahwa putra kiai ini memiliki wewenang dan jabatan tinggi di lingkungannya. Mas Bechi adalah pengajar sekaligus mempunyai bisnis penyembuhan non-medis lewat musik. Kemudian dicampurkan dengan unsur agama sehingga diklaim dapat menyembuhkan penyakit melalui gelombang elektromagnetik. Kemudian dia juga punya bisnis rokok, kopi, sampai dengan teh, sehingga putra kiai ini jelas orang terpandang di lingkungannya. 

Kekerasan seksual yang dilakukan oleh Mas Bechi juga terjadi akibat relasi kuasa yang timpang dalam pesantren. Korban yang merupakan santri yang notabene sebagai unit paling terkecil di lingkup pesantren biasanya tidak mau melaporkan pelecehan atau kekerasan, terutama ketika pelakunya orang dekat, bisa anggota keluarga atau atasan. Keengganan atau ketakutan melapor karena masyarakat, bahkan beberapa pejabat tinggi kita, biasanya akan menyalahkan korban. Terlebih kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh putra kiai yang sangat dihormati oleh para santri.

Lantas bagaimana kita bisa menyalahkan korban dalam kasus tersebut? Masihkan dengan alasan busana? kondisi tempat? waktu?. Jelas-jelas korban adalah santri yang dibekali ilmu agama, aurat mereka sudah tertutup dan ditempatkan di pesantren. Lantas mengapa masih jadi sasaran kekerasan seksual? Apakah salah agamanya? Atau manusianya?

Page 1 of 2
12Next
Tags: Kekerasan SeksualPelecehanPesantrenSantriShiddiqiyyah
Previous Post

Indonesia Teladan Cerabut Akar Islamophobia

Next Post

Penolakan Ceramah Bukan Berarti Islamophobia, Tapi..

Yusup Nurohman

Yusup Nurohman

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

RelatedPosts

Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”
Kolom

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
iran
Kolom

Iran, Akan menjadi panutan baru bagi dunia Islam?

23/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
Next Post
penolakan ceramah

Penolakan Ceramah Bukan Berarti Islamophobia, Tapi..

al-qur'an sunnah

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (1)

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

gerakan gen z

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (2)

13/09/2025
asia spring

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (1)

12/09/2025
Rasulullah SAW Teladan dalam Segala Aspek Kehidupan

Rasulullah SAW Teladan dalam Segala Aspek Kehidupan

09/09/2025
hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    327 shares
    Share 131 Tweet 82
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    309 shares
    Share 124 Tweet 77
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    268 shares
    Share 107 Tweet 67
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    263 shares
    Share 105 Tweet 66
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    258 shares
    Share 103 Tweet 65
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.