Nama Anderenat diambil dari tembang irama musik dengan menggunakan alat musik mulut. Tentu penamaan ini berdasarkan pada masyarakat Giliyang melaksanakan tradisi Andherenat memohon hujan dengan membaca lantunan bait-bait syair (zikir) ar-rahman ar-rahim yang berasal dari Andang Taruna (Ju’ Tarona), diteruskan dengan tabuhan anderenat yang dikenalkan oleh Ki Sora Laksana belakangan abad 19.
Alat yang digunakan dalam tabuhan ini menggunakan gamelan, gendang dan alat musik lain, hal itu dianggap mendapat kritikan dari kalangan tokoh agama setempat yang dianggap penyelewengan dalam ajaran Islam sehingga Ki Sora Laksana menggunakan medium tabuhan dengan alat musik mulut. Andherenat sendiri diambil dari salah satu bunyi di dalam tabuhan Andherenat. Arti secara harfiyah belum jelas dan masih tidak ada yang bisa dilacak, tetapi Ki Mahrumu salah satu tokoh dan sesepuh Giliyang memaknai bahwa Andherenat adalah tabuhan yang mengiringi pembacaan syair zikir ar-rahman ar-rahim yang diwariskan dari Ju’ Tarona sekitar abad 17 Masehi.
Sebelum selamatan dimulai sudah ada beberapa warga yang sudah bersiap untuk mengantarkan makanan ke tempat-tempat yang nantinya akan melaksanakan khataman al-Qur’an, biasanya khataman ini dilaksanakan di tempat-tempat kramat seperti di Gua Air, makam Champaka, Bhalandungan (pemakaman besar dan saat ini menjadi salah satu tempat sampan bersandar). Setelah sholat maghrib selesai masyarakat sekitar berdatangan dengan membawa makanan berupa apa saja untuk diberikan sama Kiaji (sebutan bagi Kiai kampung) kemudian Kiaji itu memimpin doa selamatan untuk meminta supaya Tuhan memberikan kelancaran dalam menanam jagung, memohon supaya diberikan hujan yang lancar tidak ada kekeringan dan seluruh kegiatan bertani dapat terlaksana dengan baik tidak ada kendala.
Dari sini kita akan memahami bagaimana Andherenat dijadikan sebagai jalan untuk berbagi antara sesama. Bukan hanya berbagi dengan manusia semata tetapi juga makhluk lain yang berada di sekitar. Dalam artian upacara Andherenat bagian dari menjaga ketahanan pangan lewat jalur tradisi yang sudah mengakar sejak ratusan tahun. Hal ini ketika dilakukan sampai di era digitalisasi sekalipun akan menyumbang terhadap pengentasan kemiskinan dan kelaparan di sekitar. Saya kira dalam kehidupan sehari-hari kita akan menjumpai masyarakat yang berada di bawah garis kelaparan atau kemiskinan. Untuk itu, keberpihakan kita sebagai bagian dari warga negara yang baik harusnya menyadari keberadaan mereka dengan mengangkat kedaulatan pangan. Salah satunya seperti yang sudah diwariskan dalam tradisi Andherenat di Pulau Giliyang.
Sejauh ini nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Andherenat adalah nilai rekreatif atau hiburan, nilai religius, dan nilai sosial budaya. Berbicara mengenai nilai tentu saja terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Andherenat pada pelaksanaan upacara minta hujan yang dilaksanakan di Pulau Giliyang yaitu tradisi Andherenat merupakan kesenian yang mempunyai nilai hiburan, di dalam tradisi Andherenat terdapat pertunjukan seni musik mulut, yang membuat tradisi Andherenat masih digemari oleh masyarakat.
Terakhir, saya sepakat dengan nilai-nilai yang ada dalam tradisi Andherenat. Sebagaimana kebijakan pemerintah bahwa kelaparan dan kemiskinan harus diberbatas dari permukaan Indonesia. Jalan untuk memutus kelaparan tentu bukan hal mudah, butuh konsistensi dan energi kuat salah satunya adalah memulai dari kearifan lokal dan tradisi yang tumbuh dari masyarakat. Maka ketika tradisi lokal dimunculkan ke permukaan, tentu kesenjangan dan kelaparan yang ada di sekitar kita lambat laun mulai diminimalisir.
(3)
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam tradisi Andherenat meminta hujan merupakan perpaduan antara nilai-nilai agama (spiritualitas) dan tradisi yang dipertemukan. Zikir arrahman-arrahim dan tabuhan Andherenat menjadi salah satu titik di mana manusia melaksanakan ritual agama dan tradisi tanpa harus mengucilkan salah satu di antara keduanya. Tokoh sosiolog Waber, misalnya, mengatakan bahwa agama merupakan kepercayaan kepada sesuatu yang gaib yang pada akhirnya muncul dan memengaruhi kehidupan kelompok masyarakat yang ada (Abdullah, 1997).
Dengan demikian adanya Andhrenat memohon hujan yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali dalam masyarakat Giliyang adalah representasi dari nilai-nilai agama yang sejak awal dianutnya dan pengejawantahan dari memaknai tradisi leluhur yang kemudian bisa menjalani dua aspek tanpa merombak salah satu di antara keduanya. Maka dari itu saya kira tradisi Andherenat ini dengan melantunkan puji-pujian zikir arrahman-arrahim, khataman al-Qur’an, tabuhan Andherenat harus dirawat dan dilestarikan sebagai upaya untuk menjaga makna agama dan tradisi dalam kehidupan sosial masyarakat Giliyang.