Bandingkan Suara Azan dan Gonggongan Anjing
Polemik itu panas setelah Menag saat berkunjung ke Pekanbaru menjelaskan melalui sejumlah perumpamaan.
“Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana?” kata Yaqut .
“Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak?”
Tak pelak, pernyataan itu Alih-alih meredam kritik, pernyataan tersebut justru memancing keriuhan yang lebih besar. Sejumlah pihak kemudian menilai Yaqut melakukan penistaan agama.
Praktisi hukum Alamsyah Hanafiah langsung melayangkan gugatan ke pengadilan. Ia menuduh Menag telah melawan hukum karena membandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing. Menurutnya, pernyataan Menag itu sangat kotor. Tidak hanya mengkritik, Alamsyah juga menggugat Menag atas pernyataannya bahwa Kemenag hadiah pemerintah untuk NU.
Dalam pendaftaran gugatan, Alamsyah turut menyertakan bukti ceramah dari para ulama dan surat Al-Maidah ayat 58-60. Dasar hukum yang digunakan dalam gugatannya kali ini adalah yurisprudensi Mahkamah Agung.
Alamsyah mengaku optimistis laporannya akan diterima pengadilan. Sebab, jika tiap masyarakat yang mengajukan gugatan peradilan, pengadilan tidak bisa menolak perkara. Alamsyah menuntut agar Yaqut memberikan makanan kepada 1.000 anak yatim. Dia juga meminta PN Jakpus menyatakan pernyataan Yaqut adalah perbuatan melawan hukum.
PA 212 juga menggelar demonstrasi ke Kantor Kemenag. Mereka meminta Menag mengklarifikasi pernyataan sekaligus meminta maaf terkait pernyataan itu. PA 212 bahkan mengancam akan menggelar demonstrasi berjilid-jilid jika Menag tak memenuhi tuntutan mereka.
Klarifikasi Kemenag
Dalam klarifikasinya Kemenag menjelaskan bahwa Menteri Yaqut tidak membandingkan, melainkan membayangkan kebisingan toa masjid berubah menjadi gangguan. Kemenag menegaskan Yaqut tidak menyamakan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Mereka juga menyoroti berita di media massa tentang pernyataan Yaqut tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar menegaskan bahwa Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara.
Saat itu, Menag dikatakannya menjelaskan bahwa hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Sehingga perlu pedoman kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara yang bisa membuat tidak nyaman.
Dalam penjelasan itu Gus Yaqut memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya Menag menyebut kata ‘misal’. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara.
Thobib menilai Yaqut saat itu hanya sekadar mencontohkan bahwa suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan di masjid/musala, bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karenanya, perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara agar toleransi dan keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.