Mungkin saja yang selama ini diperdebatkan sebenarnya hanyalah berkutat pada tataran ideologi yang dikapling antara Islam dan Barat yang terus mengalami diskusi panjang. Di satu sisi, Islam dan Barat cenderung diangap selalu berbenturan karena masing-masing memiliki tujuannya sendiri, sehingga tidak dapat bertemu (clash of civilization). Tokoh yang gentol menyuarakan ini adalah Sammuel Huntington (1997), yang kemudian dibantah oleh tesisnya John L. Espasito. Menurut Espasito, Islam dan Barat harus memiliki ruang dialog.
John L. Esposito (2010) termasuk salah satu sarjana yang gentol menyuarakan adanya titik temu antara Barat dan Timur (baca: Islam). Hal itu diklaim sebagai jembatan dialog agar terbangun suatu relasi harmonis sehingga terbentuk peradaban yang maju bagi masa depan Islam dan dunia. Upayanya itu juga menjadi kritik sekian sarjana yang mendikotomikan antara Barat dan Timur yang memiliki arah masing-masing dan tidak akan bisa saling bertemu. Huntington termasuk sarjana yang mempropaganda wacana ini, menurutnya Islam dan Barat merupakan dua peradaban yang berbenturan (the clash of civilization).
Padangan Esposito tersebut mendobrak kemapanan sebagian Muslim terhadap Mecca dan Mechanization. Keduanya tidak seharusnya saling mendikotimisasikan. Iman yang titik pusatnya di Mecca seharusnya bisa menjadi wacana kreatif terhadap masalah-masalah politik, sosial, ekonomi, demokrasi, HAM, dll. Sehingga tanggap terhadap perkembangan modernisme yang menghasilkan interaksi bersama, condong dalam berdialog. Tidak memperdulikan perbedaan, tetapi mencari titik temu kesamaan, (Esposito 2010).
Dengan prinsip yang demikian, menurut Esposito, menentukan masa depan Islam memiliki suara yang berpeluang besar bisa merubah tatanan politik sosial di dunia Barat, (Esposito 2010). Buktinya sudah banyak muslim yang menduduki kursi parlemen di Inggris dan Eropa. Meskipun sentimen anti muslim imigran masih terus bergejolak karena sebab lain yang tidak bisa diterima oleh Barat sebagai penduduk pribumi.
Kaitan statemen tersebut dengan aset kripto hanya salah satu contoh bagaimana perkembangan sains modern, politik, ekonomi bisa membentuk suatu peradaban baru. Pada konteks kripto misalnya, di mana orang-orang bisa bertransaksi ekonomi secara terbuka dengan mudah. Dan menariknya Islam dengan justifikasinya terus ikut andil dengan cara pandang yang masih berkutat pada teks lama yang sudah pasti tidak akan ketemu dengan tema tersebut. Tamapknya mengembangkan filsafat kembali bisa jadi pertimbangan.
Baca Juga:
Islam dan Barat: Dialog, Bukan Konfrontasi (2)