Tidak ada kata yang lebih pantas untuk itu kecuali “pengkhianatan”. Tidak ada alasan yang meringankan apalagi membenarkan, dan tidak bisa disebut “cinta suci” untuk bisa terbebas dari “suara hati nurani”, setulus apapun cinta laki-laki tersebut terhadap “kekasih gelapnya”.
Mungkin kita bisa menyebutnya “pengkhianatan yang dimotivasi oleh cinta”, tetapi itu tidak mengurangi beban pengkhianatan dan juga tidak bisa mendistorsi kebenaran bahwa itu adalah pelanggaran terhadap aturan pernikahan.
Motif Selingkuh
Ada sederet motif yang membuat seorang laki-laki “mencintai” perempuan selain istrinya. Sebagian terkait dengan pernikahannya, dan sebagian lain terkait dengan kepribadiannya. Tetapi harus digarisbawahi, bahwa apa-apa yang disebutkan berikut ini tidak bisa dianggap sebagai pembenaran bagi seseorang untuk memasuki “hubungan cinta” di luar biduk pernikahannya.
Dalam beberapa kasus, selain karena krisis psikologis yang mendorong seorang laki-laki menjalin “hubungan cinta” dengan beberapa perempuan, hubungan yang kurang baik dengan istri termasuk di antara motif yang bisa membuat laki-laki mencari “cinta” di luar rumah. Bila hubungan dengan istrinya baik, potensi untuk menjalin “hubungan cinta” lain akan lebih kecil.
Baca juga: Perempuan dalam Pandangan Ibnu Taimiyah (1)
Umumnya, laki-laki sering menganggap problem-problem di dalam rumah tangganya sebagai alasan utama menjalin “hubungan cinta” dengan perempuan lain. Terkadang ia melihat dirinya, setelah beberapa tahun menikah, perlu merasakan “pengalaman cinta” yang lain, yang tidak ia rasakan bersama istrinya, bahkan meskipun istrinya sangat tulus mencintainya.
Laki-laki juga mencoba melemparkan tanggung jawab kepada “stres” yang dialaminya, seperti masalah pekerjaan atau krisis keuangan, dan lain sebagainya. Ia akan memanfaatkan semua itu sebagai alasan ketika ia terlibat dalam cinta dengan perempuan lain supaya ia dapat “berdamai” dengan dirinya sendiri dan lepas dari “perasaan bersalah”.
Memang, perasaan “cinta” atau “suka” muncul tanpa “dikehendaki”. Tetapi kalau ia membiarkannya berkembang dengan menyatakannya secara terbuka dan ia memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu meski ia sadar bahwa ia telah beristri, maka itu berarti telah “dikehendaki”, dan dengan demikian ia telah jatuh ke dalam “perselingkuhan” yang berarti ia telah mengkhianati pernikahannya.