Dari ayat diatas, umat Islam wajib mencerminkan akhlak terpuji, yakni tidak mencaci-maki umat agama lain. Dalam arti juga tanpa mengganggu dan merusak sesembahan non-Muslim. Jika Allah sudah memperingatkan seperti itu, berarti harus dilaksanakan!
Pelaku intoleransi seperti pria penendang sesajen di Lumajang, adalah salah satu umat Islam yang tidak mengamalkan Alquran. Hal ini dikarenakan ideologi fundamental dari pria tersebut.
Roy J. Eidelson dan Judy I. Eidelson (2003) dalam jurnal American Psychologist berpendapat bahwa ada lima gagasan atau kepercayaan berbahaya. Diantaranya superioritas, ketidakadilan, kerentanan, ketidakpercayaan, dan ketidakberdayaan. Ditinjau lebih dalam lagi, kelompok yang memiliki pikiran superior, hanya ajaran dari kelompoknya yang dianggap paling benar dan yang berbeda dianggap salah.
Dampak dari perbuatan yang dilakukan oleh pria intoleran tersebut adalah menyakiti keyakinan non-Muslim. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia menjamin kebebasan beragama bagi warga negaranya.
Sekali lagi menjadi peringatan, bahwasanya kita menghadapi musuh bersama. Musuh yang dapat mencederai ajaran Islam melalui kelompok Islam sendiri. Lalu, apakah pria itu tidak mencontoh akhlak Nabi Muhammad SAW?
Dari kasus pria ini, dapat dikenakan Pasal 156a KUHP serta Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Melihat dari video yang viral tersebut, unsur-unsur kebencian dan penodaan keyakinan agama cukup lengkap. Persoalannya adalah kembali di isi otak penendang sesajen, bisakah taubat menjadi Muslim moderat dan progresif?
Baca Juga: Perempuan dalam Jejaring Terorisme : Pergeseran dari Simpatisan Menjadi Martir