Seperti inilah yang dikehendaki Islam. Ciri bersedekah yang baik adalah ketika tangan kanan memberi dan tangan kiri tidak mengetahui. Komitmen ini sebagaimana disampaikan dalam hadis Nabi bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat nanti, di antaranya yaitu orang, siapapun dia yang ketika bersedekah, tangan kanannya memberi tangan kirinya tidak mengetahuinya.
Sebagai prinsip kedermawanan, donasi yang dilakukan Akidi Tio ini memang menarik. Karakter seperti inilah yang menjadi antitesa dari sifat Qarun yang diabadikan oleh Al-Qur’an. Disampaikan dalam surah al-Qashas ayat 76, Al-Qur’an hanya memberikan gambaran melimpahnya harta Qarun yang kunci gudangnya saja sangat berat jika dipikul oleh orang-orang kuat.
Tetapi karena dikenal kikir dan membanggakan hartanya serta abai terhadap perintah-perintah Tuhannya, ia pun berakhir dengan hukuman pedih. Dalam kaidah ilmu Al-Qur’an yang bisa diambil dari cerita Qarun ini adalah karakternya, bukan Qarunnya yang sudah berakhir di era nabi Musa.
Namun pesan terpenting adalah karakter kikir saat memiliki harta mewah itu sangat dikecam oleh Allah. Prinsip inilah yang melatarbelakangi Islam sangat menjunjung tinggi ibadah-ibadah sosial selain ibadah ritual. Selain ada shalat terdapat zakat yang harus dikeluarkan setahun sekali. Tetapi sedekah bisa dilakukan kapan saja. Artinya jumlah yang ditabur menyesuaikan yang akan dituai nanti.
Dalam konteks ini, Akidi Tio telah mengajarkan menjadi manusia sosial yang sesungguhnya. Popularitas dan kemewahan untuk pribadi tidak terlalu dikedepankan. Justru yang terpenting adalah ketika bisa memberikan kemaslahatan untuk orang banyak.