Islamina.id – Indonesia merupakan negara yang beragam etnik, kultur, bahasa serta agama. Keberagaman ini, pada satu sisi memiliki kekuatan yang potensial apabila terkandung nilai-nilai kerukunan di dalamnya (cultural and religious pluralism as value).
Namun, di sisi lain, hal itu berpotensi memicu berbagai persoalan dan konflik antarkelompok, yang pada akhirnya berakibat pada instabilitas keamanan, sosio-ekonomi dan kondisi sosial yang tidak harmonis.
Oleh karena itu, pengelolaan yang baik menjadi sebuah keniscayaan bagi suatu bangsa yang majemuk. Jika tidak, ia akan menjadi penghalang bagi tumbuhnya bangsa yang kuat.
Dalam pandangan Clifford Geertz, kemajemukan dapat menjadi persoalan yang besar bagi kehidupan suatu bangsa, yakni ketika satu sama lain sulit berinteraksi, tidak memiliki kesepakatan bersama atas nilai-nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan.
Hasil Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pola naik-turun. Pada tahun 2015 misalnya, disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama di Indonesia berada pada level tinggi, yaitu 75,36%. Indeks ini mengalami kenaikan 0,11 pada tahun 2016, sehingga menjadi 75,47%.
Kondisi ini ternyata tidak mampu dipertahankan pada tahun berikutnya, 2017, di mana tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia menurun menjadi 72,27%. Adapun tahun 2019, indeks tersebut meningkat menjadi 73,83%.
Naik turunnya indeks kerukunan umat beragama ini tentu tidak lepas dari dinamika kehidupan beragama di negara ini. Dalam sekup yang lebih luas, memang indeks kerukunan keagamaan di Indonesia dapat dikatakan baik, akan tetapi riak-riak konflik yang masih terjadi, meskipun dalam jumlah yang sedikit, menjadi pengecualian yang perlu mendapat perhatian. Sebab, jika tidak ditangani, virus sosial ini dapat berkembang dan menjalar ke banyak organ.
Idealnya, sikap untuk hidup rukun muncul karena kesadaran bahwa seluruh agama di bumi ini mengajarkan kerukunan yang didasarkan pada teks-teks suci masing-masing agama.
Baca juga: Api Nasionalisme Putra Bangsa Indonesia di Makkah
Pemahaman yang demikian ini dapat dikembangkan dengan menggali titik temu dengan cara mempelajari secara mendalam agama sendiri dan mengenal agama lain secara objektif. Sikap seperti ini lebih tulus dan tidak akan mengorbankan kerukunan hanya karena riak-riak kecil yang mengganggu hubungan antaragama.