“Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap individu muslim” (HR Ibnu Majah)
Hadits di atas menunjukkan, bahwa menuntut ilmu bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan merupakan suatu keniscayaan yang harus dilakukan. Tentu ilmu yang wajib dipelajari tersebut sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Islam, yakni ilmu agama kemudian ilmu-ilmu lain (yang positif tentunya).
Dalam proses menuntut ilmu tersebut, acapkali seseorang menemui beragam ujian dan rintangan. Hal ini dikarenakan memperoleh ilmu bukanlah perkara mudah. Apalagi hanya sekadar dengan cara bersantai-santai. Tentu mustahil mencapainya. Karena itu, dibutuhkan kesungguhan dan ketekunan serta perjuangan dan pengorbanan yang kuat dalam diri penuntut ilmu. Ini juga berlaku bagi siapa pun yang hendak menuntut ilmu.
Dari saking sulitnya menuntut ilmu, ada satu kisah menarik dari salah seorang ulama yang hidupnya dipenuhi dengan perjuangan dan pengorbanan dalam menuntut ilmu, sebut saja Muhammad bin Idris bin al-Mundzir bin Daud bin Mihran al-Hanzhali al-Ghathfani atau lebih dikenal dengan Abu Hatim ar-Razi. Lahir di Ray pada tahun 195 H. dan wafat pada 227 H. Beliau termasuk keturunan Tamim bin Hanzhalah bin Yarbu’.
Perjalanannya menuntut ilmu dimulai sejak masih kecil. Ia menuntut ilmu dari satu daerah ke daerah lain. Mulai Kufah, Basrah, Baghdad, Damaskus, Homs, dan Mesir beliau jajaki dengan berjalan kaki. Di kutip dari buku Kumpulan Kisah Teladan karya M. Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Thaib, tatkala Abu Hatim ar-Razi berada di Basrah pada tahun 214 H, ia berencana menetap di kota ini selama satu tahun guna menuntut ilmu kepada para syekh atau ulama (ahli di bidang ilmu Hadits).
Girah Abu Hatim menuntut ilmu begitu besar. Sehingga, suatu ketika dalam perjalanannya menuntut ilmu perbekalan yang ia bawa habis. Tanpa berpikir panjang, ia pun terpaksa menjual bajunya satu persatu supaya dapat menuntut ilmu hingga pada akhirnya tidak memiliki ongkos (biaya) lagi untuk menuntut ilmu, dikarenakan baju yang dimilikinya sudah habis terjual.
Sementara itu, dalam menuntut ilmu Abu Hatim ar-Razi bersama teman karibnya berkeliling di kota Basrah mendatangi para syekh untuk belajar ilmu Hadits hingga sore hari dengan berbekal seteguk air sebagai bekal menuntut ilmu. Setelah temannya kembali ke rumahnya, ia pun juga kembali ke rumahnya dalam kondisi lapar. Untuk menghilangkan rasa laparnya, Abu Hatim hanya sekadar minum air dari perbekalannya itu.