Selepas dari Najaf, Paus melanjutkan peziarahannya ke Ur. Situs arkeologis yang berlokasi 400 km di selatan Baghdad ini sudah eksis sejak peradaban Sumeria. Reruntuhan kota kuno berusia sekitar 6.000 tahun ini diyakini oleh banyak orang sebagai tempat kelahiran Nabi Abraham, nama yang dihormati dalam semua agama Abrahamik.
Di lokasi ini, Paus melangsungkan dialog bersama dengan sejumlah pemuka agama Islam—baik Syi’ah maupun minoritas Sunni, Kristen, serta Yazidi. Pemilihan Ur sebagai lokasi dialog lintas iman, secara simbolis, makin menguatkan pesan tentang pentingnya persaudaraan antarumat beragama untuk mengatasi teror. Paus menekankan, “Permusuhan, ekstremisme, dan kekerasan tidak dilahirkan dari hati yang religius. (Justru) ketiganya adalah pengkhianatan atas (nilai-nilai) agama.”
Paus menyerukan umat beragama untuk tidak tinggal diam saat terorisme melecehkan agama. Maka, Paus mengapresiasi upaya yang telah dilakukan segenap masyarakat Irak untuk pulih dari bayang-bayang terorisme. “Saya memikirkan relawan muda Muslim di Mosul, yang turut membantu memperbaiki gereja dan biara (yang dihancurkan ISIS, red). Mereka membangun persahabatan di atas puing-puing kebencian,” puji Paus.
Mengakhiri perjalanannya di hari kedua di Irak, Paus asal Argentina ini mempersembahkan misa di Gereja Mar Yousef (Gereja Katedral Santo Yusuf). Gereja ini adalah katedral bagi umat Katolik Khaldea di Baghdad. Istimewanya, kali ini Paus memimpin misa dengan menggunakan ritus timur, bukan ritus latin. Ini menjadi peristiwa pertama kalinya Paus Fransiskus memimpin perayaan misa memakai ritus timur.
Misa ini dihadiri oleh umat dengan jumlah sangat terbatas. Penjagaan ekstra ketat diberlakukan untuk memastikan hanya orang-orang yang mendapat undangan saja yang dapat mengikuti misa. Presiden Irak Barham Salih serta Ketua Parlemen Irak Mohammed Al-Habousi dikabarkan turut hadir pula dalam misa bersejarah tersebut.
Pertemuan yang dilakukan Paus ini mengisyaratkan bahwa antar umat beragama tidak boleh saling memusuhi. Tradisi “silaturahmi” Paus ini patut kita apresiasi dan sebagai umat Islam, kita membangun harmonisasi. Tidak ada aksi teror yang mengatsnamakan agama apapun.
Baca Juga: Mencela Sesembahan Non Muslim Dilarang Agama, Ini Penjelasannya
Penulis: Ageng Yudhapratama
Editor: Basilius Triharyanto & Syahril Mubarok
Artikel ini pertama kali dipublikasikan di katolikana.com