Legitimasi sejarah dalam mensyiarkan Islam di bumi Indonesia tanpa cara-cara kekerasan melainkan dengan cara-cara edukatif dan persuasif menjadi sebuah kekuatan tersendiri. Melahirkan sikap adaptif, akomadatif dan inklusif telah membuka ruang peradaban yang lebih bermartabat. Bahkan, Bruenessen mengakui bahwa Islam Indonesia adalah Islam dengan wajah penuh senyum, Islam yang ramah dan moderat. Namun, yang perlu dipertegas dalam membangun perdamaian dunia adalah bagaimana Islam Indonesia mampu menjembatani konstruksi nalar fikir warga muslim dunia sebagai basis nilai, sikap dan penyelesaian masalah global secara kontributif. Dinamika dan perkembangan global tidak dapat dihindarkan, bahwa telah terjadi interdependensi dan interpenetrasi berbagai kekuatan yang terus bergerak menembus batas-batas nasional sebuah negara, hal ini memberikan makna bahwa pada era kini tidak akan pernah ada negara yang hidup sendiri.
Pencitraan positif suatu negara dimata dunia akan sangat mempengaruhi dalam skema komunikasi, konsistensi sebuah negara dalam melakukan komunikasi dengan negara lain akan dapat menumbuhkan kepercayaan antar negara. Dulu, skema hubungan internasional Indonesia dengan dunia selalu mengandalkan para diplomatnya, sekarang tidak lagi hubungan antar negara melainkan juga dengan masyarakat dunia. Oleh karena itu, diplomasi tradisional yang hanya melibatkan peran pemerintah dalam menjalankan misi diplomasi tidak lagi efektif dalam menyampaikan pesan kepada suatu negara. Misi diplomasi tidak akan pernah berjalan dengan efektif tanpa keterlibatan publik.
Oleh karena itu, setiap negara kini berlomba-lomba menjalankan diplomasi total (multi-track diplomacy) dengan meningkatkan peran publik dalam aktivitas diplomasinya dalam rangka melengkapi first track diplomacy. Selain itu, misi kebudayaan dapat membangun dan menjaga semangat freedom of imagination, expression dan opportunity kepada semua elemen masyarakat, keberagaman seni dan budaya menjadi aset terbesar bangsa ini. Keragaman budaya “cultural diversity” adalah sebuah kekuatan bangsa Indonesia dalam turut andil berjejaring sehingga dalam skema komunikasi global menjadi nilai tambah dalam konteks turut serta menjaga perdamaian dunia.
Disini benang merahnya, bagaimana paradigma Islam Indonesia sebagai representasi pemikiran Islam menemukan relasi dan relevansi yang kuat dalam konteks gerakan radikal-fundamentalisme dan terorisme. Ditengah krisis multidimensi yang melanda dunia islam, Indonesia diharapkan mampu menjadi prototipe peradaban islam pada era kontemporer karena masyarakatnya yang multikultural, multireligius, multietnis, moderat serta toleran, dan hal ini telah menjadi daya tarik masyarakat dunia. Islam indonesia mampu “berdamai” dengan negara (demokrasi) dalam menjalankan fungsinya masing-masing guna mewujudkan masyarakat yang berdaulat, adil dan makmur.
Menurut Menlu, keterlibatan publik dapat membuka jalan diplomasi yang dilakukan wakil-wakil pemerintah sekaligus dapat memberikan masukkan dan cara pandang yang berbeda dalam memandang suatu masalah. Konsep yang melibatkan semua komponen bangsa dalam suatu sinergi dan memandang substansi permasalahan secara global dan integratif (Wirayuda, 2009). Oleh karena itu, Karakteristik diplomasi total ala Indonesia dalam bingkai nilai-nilai Islam Indonesia yang telah mempertemukan budaya, tradisi, intelektualisme dan agama serta indentitas akan mampu mengubah pandangan masyarakat dunia tentang intellectual property dan perlindungan hak-hak sipil (sosial-budaya, politik dan ekonomi). Berangkat dari sini, sepertinya bukan menjadi sebuah hal ilusi atau utopis untuk mempromosikan Islam Indonesia sebagai solusi alternatif dalam turut andil menjaga perdamaian dan ketertiban dunia.
Baca Juga: Kenapa Gagasan Islam Nusantara Kurang Diterima di Kawasan Melayu?