Kedua, Muhammad Nashiruddin Al Bani. Ia adalah seorang ulama besar dan terkemuka di era kontemporer dan ahli dalam bidang hadis dan fiqhi Islam. Ia adalah kelahiran Al Bania atau negeri Balkan Eropa Timur, tetapi ia hijrah ke Suriah dan meninggal di Amman. Ia juga banyak menulis buku-buku hadist dan fiqih yang menjadi rujukan sejumlah ulama di kawasan dunia Islam walaupun terdapat banyak pertentangan mengenai sosok ulama tersebut karena pendapatnya yang dianggap banyak bertentangan dengan ulama-ulama lainnya di zamannya.
Al Bani melihat bahwa penggunaan nama jahiliyah di abad kedua puluh ini tidak lepas dari sikap yang berlebihan dalam memberikan sifat kepada umat Islam. Islam pada abad kedua puluh masih eksis walaupun sudah banyak hal yang bercampur baur dengan sesuatu yang sama sekali tidak ada sumbernya dari Islam itu sendiri. Oleh karena itu menurut Al Bani tetap tidak boleh mengatakan bahwa abad kedua puluh adalah abad jahiliyah atau mensifati masyarakat Islam saat ini sebagai masyarakat jahiliyah
Ketiga, Salih bin Fauzan Al Fauzan. Ia juga merupakan seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia di mana ia pernah menjadi Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam Kerajaan Saudi Arabia. Ketika ia ditanya tentang masyarakat Islam sekarang ini, Ia menjawab bahwa jahiliyah secara umum telah hilang dan lenyap sejak dilantiknya Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu tidak boleh memberikan istilah kepada masyarakat Islam sebagai masyarakat jahiliyah secara umum. Adapun memberikan istilah kepada seseorang atau sebuah kelompok masyarakat itu boleh-boleh saja sebagaimana Nabi mengatakan kepada sahabatnya sesungguhnya ada empat perilaku jahiliyah yang ada pada kalian dan tidak bisa kalian tinggalkan yaitu; keangkuhan terhadap keturunan dan memandang enteng keluarga lain dan meminta pertolongan kepada bintang-bintang dan menangis secara keras ketika ada yang wafat.
Keempat, Abdullah Salam Yassin. Ia juga menolak keras memberikan istilah kepada masyarakat Islam saat ini sebagai jahiliyah walaupun terdapat beberapa penyelewengan dan penyimpangan. Ia juga melarang memberikan istilah jahiliyah kepada penguasa yang tidak baik. Agama dan sejarah kita serta sahabat-sahabat Nabi dan sejarah perpindahan dari Makkah ke Madinah sarat dengan berbagai hal di mana tidak pernah dalam satu masyarakat bersih secara total. Oleh karena itu jika seseorang telah memeluk Islam telah bersyahadat dan percaya kepada nabinya berarti ia telah masuk Islam dan keluar dari kekufuran. Karena itu tidak bisa secara sembarangan mensifati komunitas atau masyarakat muslim sebagai jahiliyah.
Bukti Tafsir Serampangan
Dari beberapa penelusuran istilah dalam Quran dan hadist serta beberapa pendapat tokoh dan ulama yang kerapkali dijadikan rujukan oleh mereka, kelompok radikal tidak hanya gagal memahami teks keagamaan, tetapi mereka juga serampangan dalam menilai dan memandang kondisi masyarakat. Kelompok ini selalu berasalan bahwa masyarakat saat ini termasuk umat Islam sendiri dalam masa jahiliyah.
Anggapan ini sebagai pembenaran untuk mereka melakukan berbagai tindakan kekerasan untuk merubah kondisi yang ada. Beberapa teks keagamaan telah jelas membantah pandangan ini dan ulama telah sepakat untuk tidak menisbatkan kondisi masyarakat muslim saat ini sebagai kondisi masyarakat jahiliyah seperti dalam persepsi kelompok radikal ekstrimis.
Cara pandang bahwa masyarakat saat ini sebagai masyarakat jahiliyah sejatinya propaganda yang digunakan untuk menjustifikasi perubahan sesuai ideologi mereka. Tatanan saat ini harus dilabeli dengan sebutan yang hina dari kafir, musyrik hingga jahiliyah sebagai landasan pijak untuk melakukan perubahan sosial yang diinginkan.
Namun, akibat kepentingan politik yang cukup besar, mereka seringkali mengabaikan teks keagamaan yang benar. Mereka mengeksploitasi teks demi penafsiran politiknya. Memanipulasi teks keagamaan untuk kepentingan politik adalah ciri dari kelompok ini melalui berbagai narasi-narasi yang kerap disebarkan di berbagai media.
Penulis : Dr. Suaib Tahir dan Abd. Malik