Tawadhu’ merupakan sifat terpuji yang sepatutnya dimiliki seorang mukmin sejati. Bila seorang mukmin menghiasi dirinya dengan sifat ini, niscaya Allah akan angkat derajatnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim)
Lalu bagaimana tanda-tanda seseorang dikatakan tawadhu’? Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya yang berjudul Risalat al-Mu‘awanah wa al-Mudhaharah wa al-Muwazarah, menjelaskan tanda-tanda orang tawadhu’ sebagai berikut:
فمن أمارات التواضع حبُّ الخمول وكراهية الشهرة وقبول الحق ممن جاء به من شريف أو وضيع. ومنها محبة الفقراء ومخالطتهم ومجالستهم. ومنها كمال القيام بحقوق الإخوان حسب الإمكان مع شكر من قام منهم بحقه وعذرمن قصَّر
“Tanda-tanda orang tawadhu’, antara lain, adalah lebih senang tidak dikenal daripada menjadi orang terkenal; bersedia menerima kebenaran dari siapa pun asalnya baik dari kalangan orang terpandang maupun dari kalangan orang yang rendah kedudukannya; mencintai fakir miskin dan —tidak segan-segan— bergabung dan duduk bersama mereka; bersedia mengurusi dan menunaikan kepentingan orang lain dengan sebaik mungkin; berterima kasih kepada orang-orang yang telah menunaikan hak yang dibebankan atas mereka, dan memaafkan kekurangan/kelalaian mereka.”
Yang perlu kita pahami pula tawadhu merupakan sikap batin sehingga sulit diukur secara lahiriah. Jadi yang bisa mengukur kita tawadhu’ atau tidak ya… diri kita sendiri dan tentunya juga Allah SWT yang maha tahu. Oleh karena itulah Syaikh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam hikamnya mengingatkan:
ليس المتواضع الذي إذا تواضع رأى أنه فوق ما صنع ولكن المتواضع الذي إذا تواضع رأى أنه دون ما صنع
“Orang yang tawadhu’ itu bukan ia yang ketika merendah (bersikap tawadhu’) menganggap dirinya lebih tinggi dari yang dilakukannya. Tetapi, orang yang tawadhu’ adalah orang yang ketika merendah (tawadhu’) menganggap dirinya lebih rendah dari yang dilakukannya.”
Ya Allah ya Robb…, berikan kepada kami tawadhu baik dalam hati kami maupun saat kami berprilaku dengan sesama, jauhkan kami dari sifat sombong dan takabbur…Amiiin ya Robb al-‘alamin.