Penanggulangan terorisme adalah perjuangan panjang yang harus dijaga keberlanjutannya. Penyakit kronis yang bernama terorisme dan radikalisme ini sangat sulit untuk disembuhkan jika telah sampai pada stadium akhir. Ada peribahasa lama, “mencegah lebih baik daripada mengobati.”
Dalam hal ini, BNPT hadir sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk menjalankan fungsi pencegahan terhadap virus-virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang dapat merusak tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Tanggal 16 Juli kemarin, BNPT merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-13. Seiring perjalanan waktu, kehadiran BNPT mampu menjalankan fungsinya dalam mencegah dan meredam radikalisme dan aksi terorisme di Indonesia.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., mengapresiasi tinggi kerja-kerja pencegahan yang dilakukan BNPT. Ia melihat sejak ada BNPT kuantitas aksi terorisme terus menurun.
“Kuantifikasi garis keras atau kelompok radikal di Indonesia ini, tingkat kegiatan radikalismenya itu sangat minim dibandingkan dengan jumlah keseluruhan populasi penduduknya. Di beberapa negara lain, ada yang negara Islam ataupun bukan, ternyata tingkat radikalismenya lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia,” ujar Prof Nasaruddin, Rabu (26/7/2023).
Prof. Nasaruddin menyatakan bahwa masyarakat Indonesia harus bersyukur karena mereka berada di bawah payung pancasila yang sangat menyejukkan untuk semua golongan yang ada. Kalaupun ada perbedaan pendapat, itu adalah hal yang biasa, selama tidak bertentangan dengan konstitusi dan falsafah bangsa.
“Adanya perbedaan adalah hal yang wajar. Janganlah kita memusuhi orang yang berbeda dengan kita, karena biar bagaimanapun kita ini berasal dari bangsa yang sama,” terangnya.
Cendekiawan muslim yang juga menjadi Salah satu Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2022-2027 ini juga menambahkan terkait pendekatan penanggulangan terorisme yang dilakukan. Teknik penanggulangan terorisme dengan hard approach (pendekatan secara keras), di beberapa kejadian memang perlu dilakukan, namun teknik soft approach (pendekatan secara halus) juga tetap diberikan dengan menyesuaikan masing-masing kondisi dan kejadian.
“Sama halnya dengan mendidik anak kita sendiri. Ada anak yang perlu ditegur dengan cara yang keras, ada pula yang bisa dididik dengan cara yang halus. Sejatinya, kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan persoalan secara keseluruhan. Alangkah baiknya jika kita bisa melakukan penanggulangan radikalisme dan terorisme dengan cara-cara yang humanis dan berkeIndonesiaan,” sambung Prof. Nasaruddin.