Pada tahun 1979, Iran mengejutkan geo-politik dunia setelah revolusi Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini berhasil menumbangkan rezim monarki sekuler Shah Mohammad Reza Pahlavi yang didukung Amerika Serikat . Hal ini karena di tengah suasana Perang Dingin yang membagi dunia menjadi Blok Barat dan Timur, Iran muncul seakan-akan mengklaim diri sebagai “kekuatan ketiga” yang menolak tunduk pada kapitalisme Amerika maupun komunisme Soviet.
Negara-negara muslim ketika itu yang didominasi oleh pemerintahan otoriter saat itu mulai cemas khawatir akan revolusi tersebut menginspirasi kelompok-kelompok Islamisme yang selama ini beroposisi dengan pemerintahan di negara masing-masing.Namun Iran membuktikan bahwa sebuah negara muslim mampu melepaskan diri dari hegemoni dan imperialisme Barat dan menawarkan sebuah model perlawanan terhadap negara-negara yang dianggap menjadi proksi kepentingan asing.
Sejak perang Iran-Israel yang berlangsung selama 13 hari mulai awal Juni sampe 23 Juni dunia Islam mulai kembali melirik Iran dan menunjukkan dukungan mereka terhadap Iran, Ada beberapa hal yang mendorong dunia Islam mulai simpati dengan Iran yaitu sebagai berikut:
- Anggapan hampir semua masyarakat muslim bahwa Iran tidak lagi memiliki kemampuan militer yang kuat seperti halnya negara-negara Barat terutama jika dibanding dengan Israel yang selama ini melalui berbagai propagandanya berhasil menyakinkan masyarakat dunia bahwa Israel adalah satu-satunya kekuatan di Timur Tengah. Namun anggapan tersebut sirna setelah menyaksikan bagaimana Iran menghancurkan instalasi-instalasi penting di Tel Aviv dan Yafa dengan persenjataan yang canggih dan teknik peperangan yang jitu.
- Sejak revolusi Islam tahun 1979, negara-negara barat dan amerika serta PBB memberlakukan sanksi ekonomi dan persenjataan terhadap Iran. Hal ini menurut sebagian pengamat bahwa Iran tidak akan mampu menghadapi Israel karena persenjataan yang dimiliki tidak secanggih dengan yang dimiliki oleh musuh-musuhnya namun kenyataan terbalik bahkan sebagian pengamat menilai bahwa genjatan senjata yang ditawarkan oleh AS melalui mediator Qatar sesungguhnya adalah bukti kekalahan Israel menghadapi Iran.
- Iran menjadikan isu Palestina sebagai icon perjuangannya melawan imperialisme Barat dan ini dibuktikan Iran dengan kebijakan politiknya yang menempatkan milisi-milisi perjuangan di beberapa negara tetangga Israel seperti Libanon, Suriah, Irak dan Yaman sebagai proxy Iran di kawasan Timur Tengah.
- Agenda Israel yang berusaha melumpuhkan semua kekuatan di Timur Tengah yang tidak berpihak ke Israel sebagaimana yang dilakukan di Irak, Libanon, Yaman dan Suriah nampaknya gagal bahkan dianggap senjata makan tuan mengingat rezim-rezim yang berkuasa di negara –negara tersebut justru dikuasai oleh mereka yang berafiliasi ke Iran dan ini jugalah yang membuat AS tidak begitu serius mendukung Israel dalam perang melawan Iran.
Namun dalam kenyataannya meskipun sejumlah keberhasilan di atas, simpati terhadap kemenangan Iran atas Israel seringkali masih didominasi oleh kekhawatiran pragmatis akan dampak ekonomi seperti kenaikan harga minyak, pelemahan nilai mata uang, dan sentimen anti-Syiah yang kuat di sebagian kalangan masyarakat muslim. Dalam suasana seperti ini nampaknya masih akan berada di persimpangan jalan sebagai symbol perlawanan terhadap standar ganda Barat, terutama dalam isu Palestina,