Jumat, Agustus 22, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
Perspektif Islam Tentang Nkri, Pancasila, Dan Kebhinekaan (bagian Terakhir)

Perspektif Islam Tentang Nkri, Pancasila, Dan Kebhinekaan (bagian Terakhir)

Islam: Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi (1)

Roland Gunawan by Roland Gunawan
07/02/2021
in Kolom, Populer
16 0
0
16
SHARES
328
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Baca juga: Misi Islam: Mengajarkan Perdamaian bukan Permusuhan

Dalam konteks ini, kalau kita mau mengambil sedikit komparasi, kiranya ada kesamaan dengan perkembangan yang terjadi pada Islam. Ketika Islam baru muncul di pentas sejarah dengan Nabi Saw. sebagai pemimpin utamanya, umat Muslim ibarat anak-anak yang baru belajar untuk hidup di bawah asuhan orang tua yang bijaksana, yaitu Nabi Saw. Karena masih ‘anak-anak’, tentunya mereka perlu belajar untuk menyongsong masa depan yang cerah. 

BacaJuga

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

Iran, Akan menjadi panutan baru bagi dunia Islam?

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

Ada suatu hal yang menarik untuk diperhatikan, bahwa saat itu, kehidupan masyarakat Muslim masih berjalan sedemikian dinamis, tidak ada belenggu-belenggu yang mengikat, setiap orang boleh bersikap kritis, semua produk pemikiran atas dasar ijtihad begitu dihargai. Nabi sendiri, dengan kapasitasnya sebagai pemimpin tidak pernah merasa benar sendiri. Sebab beliau menyadari bahwa dirinya tak lebih hanyalah manusia biasa yang tidak bisa lepas dari kesalahan. 

Para ahli hadits meriwayatkan berbagai peristiwa ketika terjadi perbedaan pendapat antara Nabi dan Umar ibn al-Khattab. Nabi hendak menshalatkan Abdullah ibn Ubay, namun Umar tidak menyetujuinya. Dalam kasus ini, wahyu turun membenarkan Umar. 

Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah menangis dengan terisak-isak menyesali kesalahan pendapatnya, disertai Abu Bakar. Umar bertanya, “Apa yang menyebabkan Anda dan sahabat Anda menangis? Kalau ada sesuatu yang pantas untuk saya tangisi, saya akan menangis. Kalau tidak ada, saya akan berusaha menangis seperti tangisan Anda.” Ditanya demikian, Nabi kemudian menceritakan tentang wahyu yang turun membenarkan Umar. Lebih lanjut, Nabi berkata, “Seandainya azab turun, tidak akan ada yang selamat kecuali Umar ibn al-Khattab.” (Pengantar Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Taufik Adnan Amal ‘Islam dan Tantangan Modernitas’) 

Baca juga: Sejarah Takfir dan Ragam Tafsirnya

Riwayat di atas, merupakan justifikasi bahwa Nabi tidak pernah memonopoli kebenaran, beliau begitu demokratis, pendapat orang lain tetap beliau hormati sebagai sebuah ijtihad, tidak lantas seenaknya sendiri menyalahkan ini dan itu. Kondisi ini terus berlangsung selama kehidupan beliau hingga berakhirnya masa al-Khulafa’ al-Rasyidin. Periode ini kita sebut dengan ‘Orde Lama’ Islam. 

Adapun ‘Orde baru’ Islam itu berlangsung sejak munculnya dinasti Umawiyyah, yang kemudian dilanjutkan oleh dinasti-dinasti lain setelahnya. Pada masa ini–sebagaimana di zaman Soeharto–Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik itu di bidang dakwah, ilmu, pemerintahan, kesenian dan bidang-bidang lain. Tetapi ada sesuatu yang kurang, yaitu bahwa pada masa itu kemajuan yang sudah sejak lama diraih oleh Islam, terutama dalam hal-hal yang menyangkut agama, pada akhirnya dianggap sudah final. 

Hal itu terbukti ketika pada akhir abad pertengahan, mayoritas ulama pada masa itu telah berhasil membangun sebuah kesepakatan bahwa semua problem keagamaan yang esensial telah dibahas secara tuntas, tanpa ada satupun yang tertinggal, sehingga mereka kemudian berpandangan bahwa pelaksanaan segala bentuk ijtihad (inovasi) tidak diperbolehkan lagi. Sebab hal itu ditakutkan akan mengganggu stabilitas ajaran Islam. Namun, implikasi dari hal tersebut, pada kenyataanya, telah mempersempit ruang gerak berbagai usaha untuk memikirkan masa depan Islam kembali. Periode ini kita sebut dengan ‘Orde Baru’ Islam. 

Page 2 of 2
Prev12
Tags: Islamorde baruorde lamaorde reformasi
Previous Post

Agama Pinggiran

Next Post

Islam: Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi (2)

Roland Gunawan

Roland Gunawan

Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta

RelatedPosts

Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”
Kolom

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
iran
Kolom

Iran, Akan menjadi panutan baru bagi dunia Islam?

23/07/2025
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Ketua Baznas RI
Kabar

Ketua BAZNAS RI Tekankan Kebutuhan Ilmuwan Filantropi

22/10/2024
maulid nabi
Kolom

Pribumisasi Makna Maulid Nabi di Nusantara: Harmoni Agama dan Budaya Lokal

27/09/2024
Penafsiran Mendalam tentang Qurban dalam Perspektif Tasawuf Imam Ghazali
Kolom

Penafsiran Mendalam tentang Qurban dalam Perspektif Tasawuf Imam Ghazali

18/06/2024
Next Post
Islam: Orde Lama, Orde Baru Dan Orde Reformasi (2)

Islam: Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi (2)

Ini Daftar Nabi Yang Mendapatkan Ilmu Khusus

Berfikir, Berdzikir: Kunci Ketenangan Jiwa

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    299 shares
    Share 120 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.