“Yang mesti kita patahkan pada kenyataannya di negara yang mayoritas muslim ini tidak ada sama sekali orang yang ketakutan terhadap Islam. Kita yang mayoritas muslim ini hidup tenang tenang saja, berislam dengan baik-baik saja,” jelasnya
Islamofobia sendiri sejatinya adalah isu yang dikembangkan di negara barat, pasca peristiwa runtuhnya gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon. Orang-orang non-muslim yang mayoritas di Amerika Serikat belum paham betul tentang Islam. Mereka menjadi ketakutan seolah-olah Islam ini mengajarkan radikalisme dan terorisme.
Kedua, pada kenyataannya yang terjadi ini adalah banyak yang mengajarkan ajaran radikal, dan mengarah kepada aksi terorisme dan intoleransi, tapi membalutnya sebagai ajaran Islam. Lalu ketika dikritik, mereka malah putar balikkan bahwasanya ini bentuk dari intoleransi dan Islamofobia..
Ustaz Suparman menguraikan, intinya semua pihak harus berani mematahkan narasi kelompok radikal sesuai dengan narasi yang mereka bawa, dengan fakta dan dasar yang benar serta relevan.
“Hal-hal yang berasal dari pengaburan fakta akan terus digoreng guna menakut-nakuti khalayak ramai, Kalau ini dibiarkan terus maka akan dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran,” tutur Ustaz Suparman.
Ia berharap ada ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan hal ini melalui regulasi yang tepat, mengingat hal ini justru dapat menjadi ancaman terhadap persatuan bangsa.
“Ini sebetulnya yang harus dipertegas. Pemerintah harus lebih tegas dalam membuat aturan. Kerena playing victim ini ujung-ujungnya bermuara kepada fitnah, penyebaran berita bohong atau hoax. Hukum harus dikuatkan,” pungkas Ustaz.