Di kalangan pesantren, nama Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sungguh masyhur sebagai pembela ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Lahir tahun 1232 H atau 1816 M di kota Makkah, beliau kelak menjadi mufti terakhir Haramain (Makkah dan Madinah) pada zaman kesultanan Turki Utsmani. Beliau merupakan keturunan Al-Quthb ar-Rabbani Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Jelas, beliau adalah bagian dari Ahlul Bait Rasulullah SAW, melalui garis keturunan Sayyidina Hasan RA, cucu Rasulullah SAW.
Jika kita di bumi Nusantara ini mengenal ulama-ulama termasyhur macam Syaikh Nawawi al-Bantani, K.H. Muhammad Sholeh Darat as-Samarangi, Syaikh Khatib al-Minangkabawi, Sayyid Utsman bin Yahya al-Batawi, Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, dan banyak lagi ulama-ulama besar lainnya, mereka adalah anak didik Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan. Sebagai seorang guru, nama beliau cukup masyhur, karena santri-santrinya menjadi ulama-ulama besar masing-masing daerah di Nusantara. Maka, nama beliau harum di kalangan pesantren (salaf) di Nusantara.
Selain sebagai guru, Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan adalah sesosok panutan yang argumentasi-argumentasinya menjadi benteng ajaran Aswaja dari rongrongan orang-orang Wahabi yang jelas-jelas bertentangan dengan ulama-ulama Aswaja yang membolehkan tradisi tawassul, ziarah kubur, yasinan, tahlilan, 40 harian, dan banyak lagi tradisi-tradisi yang sampai hari ini masih dirawat oleh umat Muslim Indonesia yang dituduh bid’ah oleh Wahabi. Dimana tradisi kebiasaan itu telah menjadi bagian penting dari ekspresi keberislaman orang-orang Nusantara sejak dulu.
Salah satu pendangan Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan tentang ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, bahwa hal itu adalah sunnah dengan mengambil dasar rujukan dari hadits riwayar Ibnu ‘Adiy, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak menziarahiku, berarti ia telah berlaku kasar terhadapku”. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sendiri mengatakan: Banyak sekali hadits shohih yang secara terang-terangan menyatakan ziarah ke makam Nabi, seperti; ‘Barang siapa menziarahi makamku, ia pasti akan mendapat syafa’atku’.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan umat Muslim terbanyak di dunia, serta dengan mayoritas pecinta shalawatan, yasinan, tahlilan, ziarah kubur, bukannya tidak memiliki hambatan, lebih-lebih dengan maraknya gerakan organisasi-organisasi Islam trans-nasional, termasuk di dalamnya faham Wahabi, yang mana tujuan dasarnya yakni menyerukan berdirinya negara Islam disertai dengan ajakan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai bagian dari memudarkan tradisi keberagaman masyarakat Indonesia, seperti maulidan, haul, atau ziarah kubur karena dianggap bertentangan dengan agama Islam itu sendiri. Ini narasi yang selalu dipakai untuk menghancurkan tradisi keberislaman umat Muslim Indonesia.