Bernegara merupakan wilayah duaniwi yang tidak membutuhkan dalil secara tekstual. Negara beserta dasar-dasarnya hanya membutuhkan argumentasi logis yang menyebutkan bertentangan dengan syariah Islam. Syariah Islam yang dalam hal ini bernama al siyasah al syar’iyyah (politik Islam) mengarah pada al adl (keadilan), al amn al ‘ammah (keamanan bersama), dan al mashalahah al ‘ammah (kedamaian bersama). Dalam soal keadilan, Ibn al Qayyim dalam “al Thuruq al Hukmiyyah” menjawab persoalan ini. Ibn al Qayyim mengatakan “annal ‘adl huwa maqshud al syari’ min al syari’ah, fahaitsuma asfara wajhul haqqi biayyi thariq kana, fatsamma syar’ullah wa dinuhu.” Tepatnya, dimana pun ada keadilan maka di situ ada syariah Islam.
Dalam soal kemanan bersama juga demikian. Umar Ahmad al Furjani mengatakan “binnal qital fil islam masyaru’ liraf’i al dhulm ‘anil muslimin wag hair al muslimin walau fi dual al ‘alam ghair al islamy” bahwa peperangan diperbolehkan jika untuk melawan dan memberantas kedaliman, baik terhadap umat Islam atau bukan, sekalipun di Negara yang tidak memakai dasar syariah Islam. Pendapat al Furjani hendak mengatakan bahwa keselamatan dan kemananan bersama merupakan keharusan yang dilakukan oleh negara tanpa harus melihat dasar-dasar negaranya. Dan, memang dasar pokok berdirinya suatu Negara adalah kesepakatan untuk hidup bersama dalam segala secara suka rela (‘aqdun bain al nas wa bain man yakhtarunahu bi ridhahum).
Menurut Imam Ghazali dalam al mustashfa, kemashalahatan (al mashalahah al syar’iyyah) tidak hanya mencakup mendapat manfaat dan mencegah madharat. Tapi lebih dari itu, mashalahah lebih mengarah pada terjaminnya kehidupan dalam beragama, berketurunan, mencari harta, kebebasan berpikir, dan kselamatan diri dari segala ancaman. Walakinna na’ni bil mashalahah al muhafazah ‘ala maqshudah; an yahfdza ‘alaihim dinahum, wa ‘aqlahum, wa naslahum, wa manalahum, fakullu ma yatdhammanu hifdz hahdsihil ushul al khamsha fahuwa mashlahah. Wakullu ma yafut hadsihil ushul fahuwa mafsadah wa daf’uha fahua mashlahah.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin hal tersebut. Tekad untuk melakukan keadilan, keamanan, dan kemashlahatan bersama tertuang jelas di dalamnya. Ini menandakan bahwa Pancasila bukan hanya tidak bertentangan dengan syariah Islam melainkan juga sesuai dan ikut serta dalam menjalankan syariah Islam itu sendiri. Di Indonesia, setiap orang mendapat jaminan untuk melaksanakan dan menjalankan perintah agamanya masing-masing tanpa ada halangan dan larangan dari Negara. Sebaliknya, Negara bahkan memfasilitasi ritual keagamaan setiap umat beragama tanpa terkecuali.
Jika demikian, tidak ada alasan yang dibenarkan oleh syariah Islam untuk merongrong adanya Pancasila dan Negara Indonesia. Sebaliknya justru syariah Islam mengharamkan umat Islam untuk mencaplok suatu Negara (ightishab al sulthah) sekalipun untuk mendirikan Negara Islam (al daulah al islamiyyah), demikian penjelaskan Muhammad Khair haikal dalam “Al Jihad Wal Qital Fi Al Siyasah Al Syariyyah”. Alasannya, menurut Khair Haikal, karena dalam Sunan Ibn Majah sebagaimana disebutkan dalam kitab “al Washaya” bahwa Thalhah bin Musharrif bertanya kepada Abdullah bin Aby Aufa “apakah Nabi mewasiatkan sesuatu yakni soal khilafah atau semacamnya? Dia menjawab; Tidak”. Wallahu a’lam.
Baca Juga:
Dār al-Islām Itu Apa?