Religious Diplomacy
Diplomasi berbasis agama memang terdengar menjadi suatu sangat besar, karena biasanya term diplomasi melibatkan antar dua negara atau dua instansi besar. Meminjam esensi diplomasi itu sendiri, penggunaan term diplomasi disini dimaknai lebih sebagai seorang duta atau mungkin representatif, diplomasi yang dilakukan melalui kesamaan kepentingan, kesamaan nilai dan semangat yang dijunjung, baik terhadap komunitas lain maupun terhadap agama lain.
Imam Yahya Hendi, muslim chaplaincy (rohaniawan muslim) di Georgetown University yang sempat kami temui pada hari Jumat 17 November 2023, bahkan mengatakan bahwa dakwah Islam di Amerika masuk melalui memperkenalkan kesamaan nilai-nilai agama yang ada baru kemudian memasukkan ajaran serta pilar-pilar Islam, bukan diawali dari fiqih yang produknya bisa sangat banyak dan beragam itu.
Fiqih di Amerika ini mempunyai corak tersendiri, dimana sebuah produk hukum fiqih memerlukan berbagai pertimbangan lebih jauh, mendahulukan esensi dan tujuan agama yang lebih pokok dibanding kekeuh mempertahankan pendapat fiqih dalam hal transaksional (mu’amalah) dan interaksi sosial yang sangat banyak variannya. Fiqh al-Aqalliyat atau jurisprudence for minority adalah corak fiqh di United States yang dikembangkan oleh Taha Jabir Alwani yang kemudian mendirikan Fiqih Council of North America (FCNA) pada sekitar tahun 1994.
Alwani dan juga Al-Qaradawi dikenal merupakan tokoh yang memprakarsai gagasan Fiqih Aqalliyat ini, dimana Qaradawi kemudian mendirikan The European Council for Fatwa and Research (ECFR) pada tahun 1997. Ada beberapa prinsip utama dalam aplikasi Fiqih Aqalliyat tersebut yakni; memperluas definisi maqasid al-shari’ah menjadi definisi yang lebih menekankan pada kebenaran dan keadilan sebagai sebuah kaidah umum, mendasarkan pengambilan hukum yang mempertimbangkan situasi dan kondisi dengan menggunakan doktrin maslahah dan gagasan kebiasaan atau ‘urf, serta mengaplikasikan universalitas al-Qur’an yang meniscayakan peleburan sekat antara Muslin dan non-Muslim (N. Gafoordeen and M.M.M.Sabir, 2023; 80)
Seorang Ulama dituntut untuk dapat memberikan jawaban atas pelbagai permasalahan yang dihadapi oleh ummat dengan bijaksana, dan untuk memberikan fatwa seorang mufti harus mempunyai asupan informasi yang komprehensif dan juga tepat. Yusuf Qardawi dalam kitabnya “Al-Fatwa” mengatakan bahwa diantara kesalahan seorang mufti dalam berfatwa adalah kurangnya menguasai objek permasalahan yang ditanyakan dalam fatwa (Qardawi, 2008: 57). Karena produk hukum Fiqih sangat bergantung pada konteks serta illat yang menentukan hukum tersebut.
Membekali para calon ulama dengan cakrawala global merupakan modal yang sangat berharga, dakwah di Amerika adalah dakwah dengan melalui jalur religious diplomacy, dakwah melalui kesamaan nilai dan kesamaan kepentingan (commond interest) baru kemudian memasukkan nilai-nilai ajaran Islam. Habib Ali Al-Jufri mengatakan bahwa “Mereka (diluar Islam) tidak membaca sirah Nabi ataupun kitab suci, akan tetapi mereka membaca kita (umat Islam) sebagai pengikutnya, maka jadilah seorang muslim yang menjadi representasi Islam dan cerminan akhlaq Rasulullah”
Belajar dari Muslim minoritas di US juga merupakan pengalaman yang sangat penting, belajar bagaimana metode dakwah yang dilakukan di sana. Hal ini tidak terlepas dari data yang dikemukakan oleh Pew Research Center yang mengatakan bahwa lanskap perkembangan agama secara global, dari sekitar 230 negara yang di survey, merepresentasikan sekitar 84% penduduk dunia pada tahun 2010 yang mencapai 6,9 Milyar, menunjukkan bahwa sekitar 2,2 milyar atau 32% populasi penduduk dunia memeluk agama Kristen, sedangkan 1,6 milyar atau sekitar 23% populasi penduduk dunia memeluk agama Islam. Dan jika tren demografi ini terus berlanjut, maka populasi pemeluk agama Islam akan menyamai dengan pemeluk agama Kristen pada pertengahan abad 21, yakni antara tahun 2010 sampai dengan 2050, dimana populasi dunia diperkirakan meningkat 35% menjadi 9.3 milyar, dan di Eropa sendiri Muslim akan meningkat 10% dari keseluruhan populasi. Artinya pemeluk Islam semakin meningkat.
Peristiwa nine-ileven yang kemudian menjadi tragedi besar, memang menjadi pukulan telak bagi kaum Muslimin terkhusus yang berada di United States, akan tetapi disisi lain justru membuat banyak orang semakin penasaran dengan Islam dan tak jarang kemudian mendapat hidayah karena itu. Begitu juga dengan peristiwa perang Israel vs Hamas yang kemudian menjadikan polarisasi dalam masyarakat antara yang pro Israel dan yang pro Palestina. Tetapi disisi lain justru banyak yang kemudian semakin penasaran terhadap Islam dan bahkan memeluk Islam, situasi ini seperti pepatah Blessing in disguise. Belajar dan merasakan menjadi kelompok minoritas menjadi sangat penting, karena akan semakin menumbuhkan semangat solidaritas serta kepedulian terhadap sesama.
Belajar dan merasakan menjadi kelompok minoritas sangat penting, karena akan semakin menumbuhkan semangat solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Religious Diplomacy melalui nilai-nilai dan semangat yang dijunjung tinggi, baik terhadap komunitas lain maupun terhadap agama lain sangat penting untuk terus ditingkatkan, agar agama tidak menjadi bencana yang memecah belah dunia, tetapi agama justru menjadi media yang mempersatukan dunia.
Dok. Labib Syauqi
References
- Yusuf al-Qardawi, Al-Fatwa Baina al-Indlibath wa al-Tasabbub, 2008, page 57
- “The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010-2050,” official website, Pew Research Center, 2 April 2015, https://www.pewresearch.org/religion/2015/04/02/religious-projections-2010-2050/.