KENISCAYAAN IJTIHAD – Al-Syihristani (w. 1153 M), teolog besar dan penulis buku terkenal; “al-Milal wa al-Nihal”, menyatakan bahwa peristiwa kehidupan akan berkembang, berubah dan berganti secara terus menerus dan memunculkan persoalan-persoalan dan kasus-kasus yang tak terbatas. Sementara teks-teks selalu terbatas dan dengan begitu kita mengetahui secara pasti bahwa tidak semua kejadian/kasus ada teks yang terkait dengannya. Lalu ia mengatakan :
والنصوص إذا كانت متناهية والوقائع غير متناهية وما لا يتناهى لا يضبطه ما يتناهى علم قطعا أن الاجتهاد والقياس واجب الاعتبار حتى يكون بصدد كل حادثة اجتهاد
“Jika teks-teks adalah terbatas sementara peristiwa kehidupan tidak terbatas, dan yang terbatas tidak mungkin menampung yang tak terbatas, maka adalah pasti bahwa ijtihâd, berfikir analogis dan rasional adalah niscaya”.
Redaksi yang lebih singkat padat mengatakan :
النصوص قد انتهت والوقاءع لا تنتهی
“Al-Nushusush qad intahat wa Waqaai’ La Tantahi”.
Imam Abu al-Ma’ali al-Juwaini yang populer dipanggil Imam al-Haramain, (w. 1085 M), guru Imam al-Ghazali, jauh sebelumnya telah menginformasikan kenyataan tersebut di atas :
الايات والاخبار المشتملة على الاحكام نصا وظاهرا بالاضافة الى الاقضية والفتاوى كغرفة من بحر لا ينزف, وعلى قطع نعلم انهم ما كانوا يحكمون بكل ما يعن لهم من غيرضبط وربط وملا حظة قواعد متبعة عندهم . وقد تواتر من شيمهم أنهم كانوا يطلبون حكم الواقعة من كتاب الله تعالى, فان لم يصادفوه فتشوا فى سنن رسول الله صلى الله عليه وسلم. فان لم يجدوها اشتوروا ورجعوا الى الرأى.
“Ayat-ayat al-Qur’ân dan hadits-hadits Nabi yang menjelaskan tentang hukum dibanding peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam kehidupan adalah bagaikan satu gayung air dari lautan yang tak pernah kering. Secara pasti kita mengetahui bahwa mereka memutuskan perkara hukum tanpa ada pedoman, ikatan, dan kaedah-kaedah yang dijadikan standar mereka. Tetapi sebagaimana sudah sangat maklum, mereka memutuskan hukum berdasarkan Kitab Allah (al-Qur’an). Jika mereka tidak menemukannya secara eksplisit/tekstual, mereka mencarinya dalam Sunnah (tradisi) Nabi Saw. Dan manakala mereka tidak juga menemukannya, maka mereka mendiskusikan dan menggunakan pikirannya”. (Baca; ‘Abd Wahab Ibrâhim, Al-Fikr al-Ushûli, Dar al-Syuruq, Saudi Arabia, Cet.II, tahun 1984, hlm. 28).