Ketika abah Noer mulai mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dengan menitipkan anak mereka ke Pesantren Asshiddiqiyah, serangan dari pihak yang tidak suka datang kembali. Hal tersebut berawal dari ketertarikan Abah pada salah satu tokoh yang namanya harum di tengah-tengah masyarakat kala itu, yaitu Ayatullah Khomeini. Siapa yang tak mengenal Khomeini, ia adalah pejuang revolusi di Iran. Pidatonya banyak terdengar dan bergema di mana-mana. Siapa pun yang mendengar tuturan kata yang ia lontarkan tentu terbakar semangat juangnya. Banyak hal yang membuat Abah kagum padanya, salah satunya karena keberhasilan Khomeini dalam menyatukan masyarakat Iran menumbangkan kezaliman, kemungkaran dan kesombongan sebuah rezim yang berkuasa.
Ketertarikan Abah pada tokoh ini menuai pro dan kontra. Orang yang pro tentu terus mendukung Abah. Sedangkan yang kontra, mencoba menjadikan hal ini sebagai jembatan untuk menggulingkan karier Abah. Tepatnya saat Kiai Noer mendapat undangan dari presiden Iran untuk hadir dalam rangka peringatan kemenangan Iran. Tidak hanya hadir, Kiai Noer bahkan mendapat kesempatan untuk memberi sambutan di tengah-tengah pengikut Khomeini. Akhirnya, ragam tudingan mulai dituduhkan pada Kiai Noer.
Beliau dianggap sebagai agen Syiah di Indonesia. Bahkan ia dianggap akan memasukkan pemikiran radikal seperti yang dilakukan rakyat Iran guna menggulingkan pemerintahan. Fitnah-fitnah itu terus disebarluaskan, dibungkus sedemikian rupa agar masyarakat percaya. Abah tetap diam tak mau menggubris tuduhan itu. Bagi Abah, fitnah itu memang semata-mata ditujukan untuk memukul karakter atau mentalnya. Kesabarannya saat itu benar-benar diuji, tapi semua itu ia hadapi dengan tenang.
Setelah situasi mulai kondusif, barulah Abah melakukan tabayyun. Banyak yang datang dan menanyakan isu ini langsung pada Abah. Ada juga yang datang ke kediaman beliau langsung yaitu di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Allah SWT memang selalu berada di pihak hamba-hamba-Nya yang selalu mendekatkan diri dan berjuang dalam agamanya. Akhirnya tuduhan tersebut terbantahkan. Tuduhan itu hanya sebatas tudingan tanpa dasar.
Kesabaran, keikhlasan, kegigihan, semangat juang yang tinggi, dan keistikamahan, menghantarkan Abah Noer menjadi orang yang disegani, dicintai dan selalu dirindukan orang banyak. Meski Abah sudah wafat, jasa-jasanya akan selalu hidup dalam sanubari masyarakat, khususnya bagi para santri. Sampai kini dan seterusnya nama Abah selalu harum mewangi bagai sebuah melati.
Kegigihan dan kesabaran Abah Noer membuahkan hasil yang memuaskan. Selain berhasil mengkader para santri yang menggeluti berbagai macam karier, ia juga mampu melebarkan sayap dakwah melalui pembangunan pesantren yang sangat pesat. Hingga kini, pesantren diriannya sudah sebanyak 12 cabang, yaitu Asshiddiqiyah Pusat Jakarta Barat, Asshiddiqiyah 2 Batuceper Tangerang, Asshiddiqiyah 3 4 5 Karawang, Asshiddiqiyah 6 Serpong Tangerang Selatan, Asshiddiqiyah 7 Cijeruk Bogor, Asshiddiqiyah 8 Musi Banyuasin, Asshiddiqiyah 9 Gunung Sugih Lampung Tengah, Asshiddiqiyah 10 Cianjur, Asshiddiqiyah 11 Waykanan, dan Asshiddiqiyah 12 Jonggol.
Penulis: Robiah Lubis
Tulisan ini disarikan dari buku “Pergulatan Membangun Pondok Pesantren” karya Amin Idris (2009).