ISLAMINA.ID – Al-kisah, di daerah yang bernama Ray ada seorang hakim yang kaya. Suatu hari ia didatangi oleh seorang fakir tepat di hari Asyura. Si fakir berkata kepada sang hakim: “ semoga Allah memuliakanmu wahai hakim, aku adalah seorang laki-laki fakir yang memiliki keluarga. Aku datang kepadamu ingin meminta tolong dengan sebab kemulia’an hari ini. Tolong berikan kepadaku sepuluh potong roti, sepuluh potong daging dan uang dua dirham”.
Sang hakim mengiyakannya dan berjanji akan memberikannya ketika waktu dzuhur tiba. Namun, ketika si fakir kembali untuk menagih janji, sang hakim malah menelantarkannya dan menjanjikannya lagi untuk memberikannya ketika waktu ashar tiba. Seperti janji yang pertama, sang hakim tidak menepati janjinya.
Si fakir pulang dalam keadaan sakit hati. Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang Nasrani yang sedang duduk di depan pintu rumahnya. Si fakir mendekatinya dan berkata: “dengan kemuliaan hari ini, berilah aku sesuatu”. “Memang ada apa dengan hari ini?, sahut si Nasrani, heran. “ini adalah hari Asyura, hari yang penuh dengan kemuliaan” kata sang fakir. Kemudian si fakir menyebutkan keutamaan hari Asyura kepada si Nasrani.
Si Nasrani berkata: “sebutkan kebutuhanmu, dengan keagungan hari yang mulia ini aku akan memenuhinya”. Si fakir menyebutkan sama persis seperti yang ia pinta kepada sang hakim sebelumnya (sepuluh potong roti dan daging serta uang dua dirham).
Baca juga:
Muslim Masuk Gereja, Bolehkah ? Bagaimana Hukumnya ?
Si Nasrani memenuhi kebutuhan sang fakir, bahkan lebih. Ia memberikan sepuluh kantung gandum, seratus potong daging dan dua puluh dirham. “Ini untukmu dan keluargamu menyambung hidup selama beberapa bulan ke depan, aku memberikannya kepadamu dengan berharap keberkahan hari yang mulia ini” kata si Nasrani. Si fakir pulang ke rumah menemui keluarganya dengan perasaan gembira.
Mimpi Sang Hakim
Ketika malam tiba sang hakim yang (dulu) sempat menelantarkan si fakir yang meminta bantuan bermimpi. Dalam mimpinya ia mendengar “hatif”, suara tanpa rupa. (Di zaman sekarang kata “hatif” memiliki arti hand phone, karena dengan hand phone kita bisa mendengarkan suara seseorang, mengobrol dengannya dari jarak jauh).
Hatif itu berkata: “angkat kepalamu wahai hakim”. Sang hakim mengangkat kepalanya dan menemukan sebuah gedung mewah yang terbuat dari emas, perak dan yaqut merah. Bagian dalamnya dapat terlihat dari luar, transparan. Sang hakim yang takjub dengannya berkata: “Masya Allah, untuk siapa gedung-gedung ini”. “gedung-gedung itu untukmu, jika engkau menunaikan kebutuhan si fakir. Akan tetapi, karena engkau menolak membantunya maka gedung-gedung tersebut bukan milikmu. Gedung itu sekarang milik orang Nasrani yang membantu si fakir” sahut hatif.