Pandangan al-Maududi tersebut senada dengan pandangan Sayyid Qutb yang mengatakan bahwa tujuan utama jihad bukan untuk memaksa orang masuk Islam, akan tetapi untuk menghancurkan sistem yang menghalangi orang melihat kebenarannya Islam secara terang-benderang, menghancurkan sistem yang tidak ilahiyah dan diganti dengan sistem lain yang ilahiyah.
Islam mengendaki kebahagiaan seluruh dunia, kata al-Maududi, tidak puas hanya dengan sebagiannya saja. Islam menghendaki kemakmuran bagi bumi secara menyeluruh tanpa terkecuali, tidak mengharapkan sumber-sumber kekayaannya dikuasai suatu umat tanpa umat yang lain. Islam menghendaki seluruh sumber kekayaan bumi dinikmati manfaatnya oleh seluruh umat manusia berdasarkan aturan-aturan yang telah digariskan oleh Allah.
Guna merealisasikan tujuan mulia tersebut, Islam mengerahkan seluruh kekuatan dan cara yang dapat digunakan untuk melakukan revolusi global secara menyeluruh, serta mengerahkan segala upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan agung tersebut. Perjuangan terus-menerus dengan mengerahkan seluruh kekuatan dan menggunakan berbagai cara ini disebut “jihad”. Jadi, jihad adalah kalimat umum yang mencakup pengerahan segala macam daya dan upaya.
“Kalau Anda sudah mengetahui hal ini, maka jangan heran jika saya mengatakan bahwa: mengubah pola pandang umat manusia, mengubah kecenderungan dan keyakinan mereka, melakukan revolusi rasional dan pemikiran dengan jalan goresan pena merupakan salah satu jenis jihad. Sebagaimana menghancurkan sistem-sistem kehidupan kuno yang lalim dengan tajamnya pedang dan membangun sistem baru berdasarkan kaidah-kaidah keadilan juga merupakan salah satu jenis jihad. Demikian juga mendermakan harta, memikul beban hidup, dan menahan penderitaan merupakan bagian penting dalam kewajiban jihad yang agung,” tegas al-Maududi.
Al-Maududi tidak setuju dengan pandangan sebagian ulama yang hanya membolehkan jihad defensif untuk mempertahankan diri dari penjajahan. Ia lebih meyakini bahwa jihad islami adalah jihad defensif dan ofensif sekaligus. Jihad defensif harus dilakukan untuk memetakan bangunan sistem pemerintahan dan menguatkan pilar-pilarnya sehingga memudahkannya dalam melakukan aktivitas berdasarkan agenda dan rencana yang telah dirumuskan. Jihad ofensif dimaksudkan untuk menghancurkan sistem-sistem pemerintahan lalim yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, mencabut sampai ke akar-akarnya, dan tidak masalah jika harus menggunakan kekuatan perang untuk itu.
Jika melihat sejumlah gagasan di dalam kitab “al-Jihâd fî Sabîlillâh” mengenai jihad, al-Maududi bisa disebut sebagai arsitek jihad global di dalam Islam. Ia adalah singa panggung yang orasinya sangat hebat dan bisa mendirikan Jama’ah Islamiyah. Meskipun Jama’ah Islamiyah sebagai partai tidak terlalu sukses, tetapi al-Maududi sukses sebagai ideologi. Ini bedanya dengan Ayatullah al-Khumaini. Konsep jihad Ayatullah al-Khumaini tidak melahirkan terorisme, tetapi melahirkan negara dan berhasil mengusir Amerika. Meskipun Amerika mempropagandakan bahwa Iran telah mengirim para teroris ke Lebanon, Hizbullah, tetapi itu tidak pernah terbukti. Sementara konsep jihad al-Maududi melahirkan terorisme.
Salah satu kritik yang paling utama adalah, al-Maududi membangun ide yang utopianistik, tidak realistik. Di dalam kitab ini ia mengatakan bahwa Islam adalah alternatif sebagai ganti kapitalisme dan komunisme. Retorikanya ini sebenarnya sangat bagus dan memikat. Tetapi, sayangnya, ketika ia mendirikan Jama’ah Islamiyah dan berkecimpung di dalamnya, partainya ini hanya menjadi partai kecil. Ia gagal ketika melakukan detail dan empiris sehingga tidak bisa diwujudkan di dunia nyata.
Hal itu setidaknya menggambarkan karakter masyarakat Sunni dan Syi’ah. Masyarakat Syi’ah lebih kohesif, ada panutan tunggal, punya marja’ (rujukan) yang diikuti dan dipatuhi. Sedangkan masyarakat Sunni tercerai berai, banyak organisasi, dan tak punya panutan tunggal. Ini memang bagus sebagai demokrasi, tetapi kalau ada ulama bicara mengenai suatu masalah belum tentu semua orang mengikutinya.
Melalui kitab ini al-Maududi seperti ingin mengobarkan perang besar, tetapi perang yang diinginkannya itu tidak pernah terjadi. Ketika Afghanistan diinvasi Uni Soviet, dan di sanalah medan perang sesungguhnya, semula yang diinginkan adalah perubahan global yang revolusioner, tetapi yang terjadi hanya pengeboman di WTC, atau hanya beberapa tragedi kecil di sejumlah negara, termasuk di Indonesia.[]
Baca Juga:
Jihad dalam Islam