Manajemen pendidikan pertama yang diterapkan oleh Kiai Noer ialah pembentukan sistem kerja dan struktur organisasi yang terbuka. Dalam hal ini, beliau memberikan tanggung jawab terhadap orang-orang yang mempunyai bakat pada bidangnya masing-masing.
Dibentuk beberapa divisi untuk menangani unsur-unsur tertentu dalam pesantren. Setiap divisi dalam organisasi ditangani oleh orang lain. Artinya, tidak dikontrol penuh oleh kiai. Ada yang menangani bidang kurikulum, bidang administrasi, bidang tata usaha, bidang keuangan, bidang kesantrian dan bahkan bidang riset dan pengembangan pesantren.
Untuk pimpinan yang menangani pesantren cabang, diangkat seorang wakil yang bertugas untuk mengelola secara penuh dan mengawasi pelaksanaan pendidikan di wilayahnya.
2. Pemilihan stake holder yang mumpuni
Selanjutnya, manajemen kedua adalah pemilihan stake holder atau sumber daya manusia yang mumpuni. Dalam manajemen ini, Kiai Noer menempatkan setiap orang yang lulus kualifikasi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan dasar profesionalitas, proses perekrutan sepenuhnya didasari dengan kriteria standarisasi yang mencakup hal loyalitas dan tingkah laku keseharian. Sehingga mutu setiap elemen dalam pesantren benar-benar sesuai dengan harapan dan bevariasi.
Mayoritas guru yang mengajar di pondok pesantren Asshiddiqiyah adalah sarjana dengan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan. Ada yang lulusan pondok pesantren salaf (klasik), ada pula yang alumni pondok pesantren modern.
3. Mengadakan rapat evaluasi dan konsolidasi per divisi serta rapat pimpinan
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta di bawah komando sosok bertangan dingin seperti Kiai Noer, tetap memerhatikan sejauhmana progres yang dijalankan oleh stake holder pesantren.
Sehingga dalam rapat evaluasi dan konsolidasi harus dilaksanakan secara rutin. Dalam rapat tersebut, setiap divisi yang ada di lingkungan pesantren diharapkan berlomba-lomba untuk meningkatkan progresifitas perencanaan-perencanaan yang telah disepakati bersama. Begitu pula, pada setiap pertemuan, akan diadakan evaluasi terhadap program kerja per divisi.
Selanjutnya, setelah rapat per divisi rampung, semua hasil mufakat dalam rapat tersebut, akan dilanjutkan pada tahap rapat pimpinan, seluruh hasil dalam rapat per divisi akan dimantapkan kembali. Artinya semua rancangan-rancangan yang muncul dalam rapat per divisi akan diuji, apakah layak untuk dijalankan ataukah tidak. Kalaupun ada kendal-kendala tertentu, maka dalam rapat pimpinan akan dicarikan solusi yang konkret mengenai permasalahan tersebut. Dengan begitu, semua unsur pimpinan yang ada di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah mengetahui apa saja yang berkembang di Pesantren dan ikut andil dalam merumuskan program kerja.
Demikian tiga poin penting manajemen pendidikan ala KH. Noer Muhammad Iskandar. Tidak heran, dalam kurun waktu singkat, yakni 38 tahun, mampu berkembang pesat dan dicintai masyarakat. Selain itu juga, yang menjadi kunci eksistensi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta di tengah padatnya ibu kota adalah karena sistem tata kelola yang baik.
Tiga tahun sudah, KH. Noer Muhammad Iskandar pulang keharibaan tuhannya, namun Pondok Pesantren yang beliau rintis sejak duduk di bangku perkuliahan, terus berkembang dan maju mengikuti perkembangan zaman. Sistem manajerialnya yang bagus tersebutlah menjadi asas kunci dari keberhasilan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah tetap eksis.
*Tulisan ini disarikan dari buku “Pergulatan Membangun Pondok Pesantren” karya Amin Idris (2009).