Ketiga konsep di atas merupakan pondasi dasar dalam membentuk masyarakat yang partisipatif, egaliter dan humanis. Bahwa segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam, bukanlah representasi dari ajaran Islam itu sendiri. Sebab hal yang demikian telah bertentangan dengan hadirnya Islam sebagai Rahmatan lil Alamin. sehingga perlu merevitalisasi wajah Islam yang ramah dalam menyikapi eksistensi keberagaman.
Kelembutan Dakwah Nabi
Dalam bulan maulid ini, perlu kiranya menyegarkan kembali memori masa lalu mengenai sejarah dakwah Nabi yang ramah nan santun, sekaligus merenungi lebih dalam esensi diutusnya nabi dalam menyempurnakan akhlak.
Misalnya ketika para sahabat mengadu kepada Nabi mengenai seorang badui yang membuang air seni di dalam masjid. Saat itu Nabi menampilkan wajah Islam ramah di hadapan para sahabat yang sedang marah. Nabi menenangkan para sahabat untuk tidak mempersekusinya, dengan membiarkan badui tersebut untuk menunaikan hajatmya (membuang air seni). Kemudian menyuruh sahabat untuk membersihkan bekas air seni itu.
Tak dapat dibayangkan wajah Islam saat ini, jika seandainya ketika itu Nabi menyuruh para sahabat untuk mempersekusi atau memukuli badui tersebut. tentunya wajah Islam akan tampil sebagai icon yang menyeramkan. Artinya, dalam menyampaikan ajaran Islam, nabi tidak menghilangkan peran akhlak ketika menyampaikan kebenaran
Demikian seorang Muslim dalam menyampaikan ajarannya, seharusnya tidak menafikan peran akhlak (etika) terhadap sesama manusia. Dengan cara menampilkan Islam yang ramah dan santun, bukan malah menampilkan kekerasan serta hujatan yang sering kali melukai hati sesama manusia. sehingga ajaran Islam dapat tampil sebagai ajaran yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan menanamkan nilia-nilai di atas, kita lebih arif dan bijak untuk saling menghormati dan menghargai sesama manusia.
Baca Juga:
Piagam Madinah (Konstitusi yang Humanis)