Pria kelahiran Rembang, 16 Februari 1966 ini, baru saja terpilih sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Berasal dari lingkungan keluarga pesantren, Yahya kecil telah berada dalam pusaran peradaban Islam yang khas Nusantara. Kesuksesannya sebagai ketua umum PBNU, merupakan bukti bahwa NU mempraktekkan demokrasi kelas tinggi pada Muktamar NU ke-34.
Yahya Cholil Tsaquf (penulis sendiri masih bertanya terkait penulisan nama yang benar antara ‘Tsaquf’ dengan ‘Staquf’) atau Gus Yahya, merupakan putra dari pasangan KH. Muhammad Cholil Bisri dan Nyai Hj. Salamah. Pada masa kecilnya, ia hidup di kawasan Leteh. Selain Leteh, ada dua kawasan di Rembang, yakni Lasem dan Rembang. Kawasan-kawasan tersebut adalah tempat-tempat dimana pusat keilmuan, perekonomian, dan perpolitikan cukup besar di pantai utara Jawa.
Di usianya yang masih kecil juga, Gus Yahya kerap diajak oleh dua pamannya, Kiai Adib Bisri dan Kiai Labib untuk “menyantri kilat” di Krapyak, Yogyakarta, asuhan KH. Ali Ma’shum. Kelak, Pesantren Krapyak ini menjadi tempat beliau melanjutkan studi formal hingga jenjang perguruan tinggi.
Berasal dari keluarga yang aktif dalam keorganisasian NU, Gus Yahya muda sudah bisa membaca perkembangan NU. Tahun 1979, Muktamar NU ke-26 di Semarang, Gus Yahya diajak ayahnya mengikuti rentetan kegiatan sampai akhir. Disitulah Gus Yahya mengetahui sosok-sosok penting di tubuh NU, mulai generasi senior sampai tokoh-tokoh muda: KH. Bisri Syansuri, KH. Kholid, Gus Dur, dan lainnya.