Jumat, Agustus 22, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Pandangan Islam Tentang (umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Pandangan Islam Tentang (umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Pandangan Islam Tentang (Umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Abd Malik by Abd Malik
28/05/2020
in Kajian
5 0
0
5
SHARES
102
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Islamina.id – Penulis hendak mengatakan, bahwa inti dari beragama adalah ketundukan, yakni tunduk kepada apa saja yang menjadi aturan dan ketentuan Tuhan tanpa harus tahu lebih dulu tujuan dan hikmahnya. Hal ini dalam istilah lain disebut ta’abbud(ibadah).

Aturan dan ketentuan Tuhan ada dua :

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Apakah Toleransi Berarti Membiarkan Intoleransi?

  1. Ketentuan dan aturan yang harus ditaati oleh alam materi, seperti bulan dan matahari.
  2. Ketentuan dan aturan Tuhan yang harus ditaati oleh manusia sebagai makhluq Tuhan yang terdiri dari materi dan ruh.

Dalam kenyataan, alam materi lebih tunduk pada aturan Tuhan dari pada manusia. Bisa dikatakan, bahwa alam materi tidak pernah durhaka kepada Tuhan.

Ketundukan manusia pada aturan dan ketentuan Tuhan lahir dari mahabbah (rasa cinta), dan mahabbah lahir dari ma’rifat, yakni keyakinan dan pengetahuan tentang Tuhan sebagai dzat yang berhak untuk disembah dan ditaati.

Ma’rifat sendiri dari mana datangnya? Para ulama membagi ma’rifat kepada dua bagian: ma’rifat ta’rîf dan ma’rifat ta’arruf.

Ma’rifat ta’rîf ialah ma’rifatnya kaum intelek (ilmuwan, mutakallimin, dan filosof) yang diperoleh melalui tafakkur dan renungan akan ciptaan-ciptaan Allah. Sedangkan ma’rifat ta’arruf ialah ma’rifatnya kaum sufi yang diperoleh melalui mujâhadah, membersihkan jiwa, dan hati dari kotoran dan dosa. Ma’rifat ta’rîf dianggap sebagai ma’rifat kelas dua karena pemiliknya hanya bisa melihat dalil, tidak bisa melihat madlul atau hanya bisa melihat ciptaan (akwân), tidak bisa melihat penciptanya (mukawwin).

Di era ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, kajian tentang eksistensi Tuhan banyak dilakukan ilmuwan (scientist) Barat dan ternyata hasil kajian mereka tentang Tuhan tidak berbeda dengan yang ada di dalam kitab-kitab suci, termasuk al-Qur’an. Sebagai contoh, penulis kemukakan pernyataan beberapa pakar ilmu pengetahuan Amerika sebagai berikut :

  • Claude M. Hashway: “Alam semesta ini tidak lain adalah sebuah gumpalan yang tunduk pada sistem tertentu. Dengan demikian, alam ini butuh pada sebab pertama (al-sabab al-awwal) yang tidak tunduk pada hukum termodinamika yang kedua dan sudah barang tentu sebab pertama itu immaterial (lathîf)”.
  • John Adolf Baoer: “Kita tidak ingin terjebak dalam kesalahan seperti dialami orang-orang kuno, dengan meyakini banyak Tuhan untuk mendapatkan penafsiran terhadap hal-hal yang tidak jelas, di mana masing-masing Tuhan memiliki kekuasaan tertentu dan tugas tertentu. Setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan dan ketika fenomena alam yang dulu gelap sudah dapat dipahami dan hukum-hukumnya telah diketahui, manusia tidak lagi memerlukan banyak tuhan yang dulu mereka buat, tetapi banyak manusia mengingkari wujud Allah justru karena sebab ini”.
  • Andrew Conway Aigea: “Saya telah mengkaji sifat-sifat Allah secara panjang lebar dengan basis logical analysisseperti yang dilakukan para filosof. Dan dengan menggunakan logika, bisa dicapai kesimpulan bahwa Allah mempunyai sifat-sifat tertentu. Berikut ini dikemukakan tidak secara lengkap beberapa sifat Allah; Allah itu kekal-abadi (bâqi), immaterial (lathîf), tidak baharu (qadîm), maha suci…..Haq, Maha Tahu (‘alîm), berkehendak (murîd), …sumber segala kebaikan.”

Berhubung keberagamaan seseorang dibangun di atas dasar keyakinan, maka logikanya tidak boleh ada paksakan dalam agama, tidak boleh ada paksaan untuk meyakini atau tidak meyakini suatu agama. Hal ini merupakan salah satu prinsip dalam agama Islam. Al-Qur’an meyatakan: “Apakah kamu hendak memaksa manusia agar mereka menjadi mukmin”(Qs.Yunus : 99)

Hal lain yang mutlak harus dijadikan prinsip umat beragama adalah prinsip toleransi (al-tasamuh). Ini berangkat dari kesadaran bahwa segala perbedaan, termasuk perbedaan dalam beragama, merupakan fitrah kemanusiaan. Mengingkari perbedaan berarti mengingkari fitrah. Sejalan dengan fitrah itu, al-Qur’an menyatakan: “Barang siapa mau beriman silahkan beriman, dan barang siapa mau kafir silahkan kafir” (Qs. al-Kahfi : 29). Dengan prinsip toleransi, maka tidak diperlukan upaya menyatukan agama dan tidak perlu ada usaha menciptakan keyakinan bahwa semua agama benar. Sebaliknya, dengan adanya keyakinan semua agama benar tidak diperlukan toleransi dalam agama.

Salah satu realitas yang banyak terjadi di atas bumi ini ialah, bahwa pemeluk suatu agama bangga dengan agamanya dan berkeyakinan bahwa agama yang ia anut saja yang benar kemudian berupaya untuk membentengi agamanya itu, misalnya dengan memperkokoh tali ukhuwwah diniyyah di antara sesama pemeluk agama tersebut. Ini sah-sah saja bahkan logis dan rasional.

Yang tidak logis dan tidak rasional bahkan berbahaya adalah bila orang yang meyakini suatu agama membenci dan memusuhi agama lain, apalagi sampai menghalalkan darah dan harta penganut agama lain. Meski ini tidak masuk akal dan berbahaya, tapi banyak orang yang melakukannya. Termasuk dari kalangan umat Islam, bahkan sebagian menganggap bahwa dengan aksi seperti itu, mereka telah ber-taqarrub ila Allâh (mendekatkan diri kepada Allah).

Boleh jadi maksud mereka baik, tapi yang terjadi sebaliknya. Mungkin maksud mereka ingin memoles wajah agamanya agar tambah anggun, tapi malah mencorengnya. Maklum, pada umumnya mereka hanya punya modal semangat, sementara pengetahuan yang cukup tentang agamanya tidak mereka miliki secara memadai.

Adalah runyam bila agama mengajari pemeluknya membenci atau menyerang pemeluk agama lain yang tidak bersalah. Apa jadinya bila pemeluk agama lain itu keluarganya sendiri; bapaknya, pamannya, kakeknya, atau yang lain. Islam sendiri tidak melarang pemeluknya sengaja memiliki paman, kakek, atau nenek yang beragama lain.

Perlu disimak ajaran al-Qur’an tentang hal ini: “Dan jika keduanya (bapak dan ibumu) memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak punya pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti (kemauan) mereka, dan temanilah mereka di dunia ini dengan baik“. (Qs. Luqman : 15).

Page 1 of 2
12Next
Previous Post

3 Cara Menjaga Kesucian Diri saat Pandemi Covid 19

Next Post

Taqwa Sebagai Output Puasa

Abd Malik

Abd Malik

Penulis dan penikmat kopi, bisa dihubungi melalui : abdmalik82@icloud.com

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
kampanye anti intoleransi
Kajian

Apakah Toleransi Berarti Membiarkan Intoleransi?

21/04/2024
Ada Apa di Bulan Dzulqa’dah
Kajian

Ada Apa di Bulan Dzulqa’dah?

30/05/2023
Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (2)
Kajian

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (2)

02/02/2023
Menyapa Agama Agama dalam Sejarah dan Teologi
Kajian

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

26/01/2023
Next Post
3 Cara Menjaga Kesucian Diri Saat Pandemi Covid 19

Taqwa Sebagai Output Puasa

Jihad Melawan Kuffar

Jihad Melawan Kuffar

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.