Rabu, Oktober 8, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Pandangan Islam Tentang (umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Pandangan Islam Tentang (umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Pandangan Islam Tentang (Umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Abd Malik by Abd Malik
28/05/2020
in Kajian
5 0
0
5
SHARES
104
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Dalam Islam ada sebuah istilah yang mungkin bisa membuat penganut agama lain tersinggung, yaitu istilah “kafir”, tapi sekiranya istilah ini dipahami makna dan maksudnya pasti tidak akan ada yang tersinggung apalagi marah. Kafir berarti orang yang mengingkari atau tidak mengakui.

Kafir dengan pengertian ini tidak selalu melekat dengan orang non-Muslim, tapi juga bisa menjadi sifat bagi Muslim sendiri. Sebagai contoh al-Qur’an menyatakan: “Barang siapa kafir kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang kokoh“. (Qs. al-Baqarah : 256).

BacaJuga

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (2)

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (1)

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Kafir dengan arti mengingkari yang dialamatkan kepada orang-orang non-Muslim bisa dibagi kepada tiga bagian :

  1. Mulhid (atheist), yaitu orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan.
  2. Musyrik (polytheist), yaitu orang-orang yang mengingkari ke-Esa-an Tuhan atau meyakini adanya lebih dari Satu Tuhan atau Tuhan Yang Satu.
  3. Ahli kitab (kitaby), yaitu orang-orang yang meyakini ke-Esa-an Tuhan dan mengingkari kerasulan Muhammad atau tidak mengkui kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah.

Dalam agama Yahudi dan Nasrani, sepanjang pengetahuan penulis, tidak berkembang istilah kafir yang dialamatkan kepada orang-orang Muslim. Mungkin karena dalam dua agama ini tidak ada hal-hal prinsip yang tidak diakui oleh kaum muslimin, seperti kerasulan Musa dan Isa dan eksistensi kitab Taurat dan kitab Injil sebagai wahyu Allah. Bahkan bagi kaum muslimin, meyakini kerasulan Musa dan Isa serta Taurat dan Injil sebagai kitab yang datang dari Allah merupakan salah satu rukun asasi bagi keimanan dan keislaman seseorang.

Artinya seseorang tidak diakui sebagai orang mukmin atau muslim tanpa iman kepada Musa, Isa, Taurat, dan Injil.

Dari aspek lain, kafir (non muslim) dalam konsep fiqh dibagi menjadi tiga bagian:

  1. Harby, yaitu non muslim yang terlibat permusuhan dengan kaum muslimin.
  2. Mu’âhad, yaitu non muslim yang terikat komitmen dengan kaum muslimin untuk tidak saling bermusuhan.
  3. Dzimmy (ahlu dzimmah), yaitu non muslim yang berdomosili di negara Islam.

Kalau ada yang beranggapan bahwa istilah ahlu al-dzimmah merupakan ungkapan sinis atau merendahkan, maka anggapan itu tidak benar karena makna ungkapan tersebut ialah orang-orang yang mendapatkan perlindungan Allah, perlindungan Rasulullah dan perlindungan kaum muslimin. Akan tetapi, kalau ada yang keberatan dengan ungkapan itu sebaiknya istilah itu dihilangkan saja. Karena itu tidak prinsip dan bukan istilah baku di dalam al-Qur’an atau al-Sunnah. Yang baku pun kalau mengundang masalah juga, bisa dibuang seperti istilah jizyah. Istilah ini tidak digunakan oleh Sayyidina Umar ibn al-Khattab (Khalifah ke 2 setelah Abu Bakar) setelah Nashara Bani Taghlib keberatan dengan istilah tersebut. Dari pada istilah jizyah, mereka lebih suka istilah “shadaqah” untuk sumbangan wajib yang harus mereka bayarkan kepada negara meskipun jumlahnya harus dua kali lipat dari jizyah. Mengomentari kemauan mereka, Umar ibn al-Khattab berkata: “Mereka itu bodoh, pada isinya mereka mau pada kulitnya tidak mau”.

Islam adalah agama rahmah dan ramah. Hal ini dinyatakan sendiri secara langsung di al-Qur’an: “Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam”. (Qs. al-Anbiya: 107). Ini tidak berarti bahwa Islam harus selalu tampil manis, lemah lembut dan selalu menurut kepada setiap kemauan orang. Dalam kondisi tertentu, Islam perlu tampil tegas, bahkan kadang-kadang Islam terpaksa tampil keras ketika ada pihak yang lebih dulu melakukan kekerasan yang hanya bisa diatasi dengan kekerasan. Oleh karena itu, dalam Islam ada konsep jihad yang salah satu artinya ialah qitâl (perang fisik).

Jihad pada mulanya dalam arti berpayah-payah dengan melakukan sesuatu untuk mencapai suatu kebaikan bagi diri sendiri atau orang lain. Selain jihad, ada istilah mujâhadah. Dua istilah ini berasal dari akar kata yang sama, yaitu jahd(payah/berat). Akan tetapi, istilah yang kedua (Mujâhadah) lebih banyak digunakan dalam pengertian berjuang atau berperang melawan keinginan hawa nafsu, seperti melawan keinginan untuk korupsi, mencuri, berzina, melawan kecenderungan nafsu untuk tidak berbuat baik kepada orang lain.

Berperang melawan nafsu sangat berat, lebih berat dari berperang melawan orang. Oleh karena itu, Nabi Muhammad mengatakan, perang melawan nafsu sebagai jihad besar (al-jihad al-akbar). Jihad fisik juga berat karena berpotensi besar bagi terjadinya penderitaan dan kematian. Sementara manusia pada umumnya lebih suka hidup dari pada mati. Orang yang lebih suka mati dari pada hidup adalah manusia luar biasa. Orang semacam ini ada kalanya karena putus asa, merasa tidak punya masa depan, dan ada kalanya karena ingin segera menikmati masa depan setelah kematian yang diyakini jauh lebih baik. Pinjam istilah Siti Rabi’ah Adawiyah; ingin segera bertemu dengan Tuhannya. Bagi manusia yang normal, dari agama apapun termasuk dari kalangan kaum muslimin, perang merupakan sesuatu yang sangat dibenci. Sekiranya tidak ada tujuan suci yang bermanfaat bagi kemanusiaan tentu perang tidak perlu dilakukan. Dalam hal ini al-Qur’an menyatakan: “Diwajibkan kepadamu berperang, padahal berperang itu kamu membencinya. Boleh jadi kamu membenci sesuatu sementara sesuatu itu sangat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal hal tersebut sangat buruk bagimu.” (Qs. al-Baqarah: 216).

Pada mulanya jihad dalam arti perang fisik dilarang dalam Islam. Di saat-saat sebelum izin berperang keluar, kaum muslimin selalu diperintahkan untuk sabar dan tabah menghadapi penindasan dan keganasan kaum musyrik Makkah. Izin itu baru turun setelah lebih dari 10 tahun dari kenabian, yakni setelah Nabi hijrah ke Madinah. Keluarnya izin tersebut ditandai dengan turunnya firman Allah: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka benar-benar telah dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar kecuali hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami adalah Allah”. Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentunya telah dirobohkan biara-biara Nashrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Dan pastilah Allah menolong orang-orang yang menolong-Nya. Sungguh Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Qs. al-Hajj: 39-40).

Jihad yang kadang terpaksa dilakukan itu memiliki rambu-rambu amat ketat yang wajib ditaati oleh kaum muslimin. Rambu-rambu itu kebanyakan berupa larangan-larangan, seperti larangan berkhianat, memotong-motong anggota tubuh, memotong pohon, merobohkan bangunan, membunuh anak kecil, perempuan dan orang yang sudah tua. Akhirnya, penulis hendak mengatakan bahwa beberapa tindak kekerasan seperti pengeboman yang akhir-akhir ini dilakukan oleh oknum umat Islam atas nama membela Islam, sesungguhnya bukan jihad tetapi jahat. Dan jelas bukan Islam yang menyuruhnya. Islam justru berkata kepada mereka bi lisâni hâlihi: Kamu jahat dan berhak dihukum. Wallahu A’lam.

(KH. Afifuddin Muhajir)

[Wakil Pengasuh PP Sukorejo Asembagus Situbondo]. Makalah dipresentasikan pada “Workshop Islam Dan Pluralisme” kerja sama The WAHID Institute Jakarta-GKI Jawa Timur, 5-8 November 2007, di Pacet Mojokerto Jawa Timur]

Page 2 of 2
Prev12
Previous Post

3 Cara Menjaga Kesucian Diri saat Pandemi Covid 19

Next Post

Taqwa Sebagai Output Puasa

Abd Malik

Abd Malik

Penulis dan penikmat kopi, bisa dihubungi melalui : abdmalik82@icloud.com

RelatedPosts

gerakan gen z
Kajian

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (2)

13/09/2025
asia spring
Kajian

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (1)

12/09/2025
dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
kampanye anti intoleransi
Kajian

Apakah Toleransi Berarti Membiarkan Intoleransi?

21/04/2024
Ada Apa di Bulan Dzulqa’dah
Kajian

Ada Apa di Bulan Dzulqa’dah?

30/05/2023
Next Post
3 Cara Menjaga Kesucian Diri Saat Pandemi Covid 19

Taqwa Sebagai Output Puasa

Jihad Melawan Kuffar

Jihad Melawan Kuffar

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

gerakan gen z

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (2)

13/09/2025
asia spring

Gelombang “Asia Spring”: Belajar Mengelola Gerakan Gen Z untuk Perubahan (1)

12/09/2025
Rasulullah SAW Teladan dalam Segala Aspek Kehidupan

Rasulullah SAW Teladan dalam Segala Aspek Kehidupan

09/09/2025
hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    327 shares
    Share 131 Tweet 82
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    310 shares
    Share 124 Tweet 78
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    268 shares
    Share 107 Tweet 67
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    263 shares
    Share 105 Tweet 66
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    258 shares
    Share 103 Tweet 65
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.